Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proses BMAD dan Safeguard Dikebut di Tengah Perang Dagang

Indonesia merupakan salah satu sasaran empuk dari praktik curang predatory pricing.
Kegiatan bongkar muat perdana di Makassar New Port, Sulawesi Selatan, Kamis (10/1/2019). Pelindo IV Makassar memulai kegiatan bongkar muat di Makassar New Port (MNP) Tahap I./ANTARA-Yusran Uccang
Kegiatan bongkar muat perdana di Makassar New Port, Sulawesi Selatan, Kamis (10/1/2019). Pelindo IV Makassar memulai kegiatan bongkar muat di Makassar New Port (MNP) Tahap I./ANTARA-Yusran Uccang

Bisnis.com, JAKARTA — Dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat berimbas ke seluruh dunia, salah satunya dari kebijakan predatory pricing yang makin marak. Pemerintah Indonesia akan memperkuat  proteksi perdagangan untuk melindungi industri lokal.

Kebijakan trade remedies adalah instrumen yang digunakan secara sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu nergara dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat (unfair trade). Bentuknya bisa berupa bea masuk antidumping (BMAD) atau bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) yang dikenal sebagai safeguard.

Ketua Komite Antidumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menjelaskan, meningkatnya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China membuat aktivitas perdagangan dunia mengalami penurunan.

Di sisi lain, lanjutnya, perang dagang tersebut turut berimbas pada penyempitan pangsa pasar perdagangan global. Penyempitan pangsa pasar tersebut dinilainya memicu banyak negara menerapkan praktik perdagangan yang curang agar produk ekspornya diterima di negara lain.

“Saat ini praktik yang paling marak adalah predatory pricing. Banyak produsen atau negara mitra kita sengaja sangat menekan harga jual produknya untuk menyingkirkan kompetitornya di negara tujuan ekspor. Sebab, kalau mereka tidak melakukan kebijakan itu [predatory pricing], mereka akan lebih rugi karena pangsa pasarnya mengecil pascaperang dagang,” katanya kepada Bisnis, Minggu (16/6).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu sasaran empuk dari praktik curang tersebut. Pasalnya, Indonesia dinilai sangat menjanjikan lantaran besarnya potensi pasar dan konsumen yang tersedia.

Guna melindungi pasar Indonesia dari praktik curang tersebut, Bachrul menyebutkan, KADI telah mempercepat proses penyelidikan kasus dumping yang selama ini tertunda.

Menurutnya, hampir semua permohonan penyelidikan antidumping telah selesai diperiksa dan diserahkan ke Kementerian Keuangan untuk dikeluarkan aturan pengenaan tarif antidumpingnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno mengapresiasi upaya Kadi dan Pemerintah RI dalam meningkatkan proteksi industri dalam negeri terhadap praktik dumping dari negara lain.

Pasalnya, dia mengaku cukup banyak produk Indonesia yang harus kalah bersaing karena praktik dumping yang dilakukan oleh negara lain.

“Produsen besi dan baja menjadi salah satu contoh bagaimana mereka harus tertekan oleh praktik dumping. Saya sepakat predatory pricing adalah ancaman yang cukup menakutkan saat ini, sehingga butuh pengawasan yang ketat baik dari pelaku usaha Indonesia maupun pemerintah.”

Namun demikian, dia mengingatkan agar proses penyelidikan penerapan BMAD diperkuat dengan sejumlah kajian yang mendalam, terkait dengan dampak positif dan negatif kebijakan tersebut. Hal itu penting untuk memberikan argumentasi dengan negara mitra yang produknya dikenai BMAD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper