Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IPA Sebut Masa Depan Eksplorasi Migas Nasional Masih Kompetitif

Dalam 15 tahun terakhir aktivitas eksplorasi cukup minim terjadi di Indonesia. Padahal, negara lain yang cadangan migasnya di bawah Indonesia banyak berbenah untuk menghadirkan investasi hulu migas.
Tantangan hulu migas./Bisnis-Radityo Eko
Tantangan hulu migas./Bisnis-Radityo Eko

Bisnis.com, JAKARTA—Indonesia Petroleum Association (IPA) optimistis pemerintah dapat meningkatkan minat dan kegairahan investor minyak dan gas bumi global untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Tanah Air.

Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan mengakui bahwa cadangan migas nasional terbukti masih relatif besar di kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia. Menurutnya, dengan keberadaan cadangan migas tersebut, aktivitas eksplorasi perlu dilakukan untuk mendukung produksi yang ada.

“Sayangnya, dalam 15 tahun terakhir aktivitas eksplorasi cukup minim terjadi di Indonesia. Padahal, negara lain yang cadangan migasnya di bawah Indonesia banyak berbenah untuk menghadirkan investasi hulu migas,” katanya, dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2019).

Hal ini patut menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan, mengingat porsi Minyak dan Gas Bumi dalam kebutuhan energi nasional masih tertinggi bila dibandingkan dengan batubara, ataupun energi baru terbarukan. Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), target bauran energi fosil pada 2025 mencapai 47%, sementara pada 2050 sebesar 43,5%.

Berdasarkan RUEN, diproyeksi produksi minyak bumi nasional sebesar 567.000 barrel oil per day (BOPD) pada 2025, sementara pada 2050 sebesar 698.000 BOPD. Sementara itu, untuk kebutuhan kilang minyak mentah nasional pada 2025 mencapai 2,19 juta BOPD dan meningkat menjadi 4,61 juta BOPD pada 2050. Dengan asumsi produksi minyak nasional diserap 100% untuk kebutuhan domestik, maka impor minyak mentah nasional pada 2025 berkisar 1,67 juta BOPD dan 3,92 juta BOPD pada 2050.

Bicara kondisi terkini terutama terkait cadangan migas, terjadi peningkatan cadangan di gas bumi, sementara penurunan di minyak. Berdasarkan data SKK Migas, tahun lalu cadangan minyak sebesar 226,62 Million Stock Tank Barrels (MMSTB), atau menyusut sebesar 334,05 MMSTB dibandingkan tahun 2017.

Cadangan gas bumi sebesar 3.387,81 Billion Standard Cubic Feet (BSCF) pada 2018 atau meroket dari cadangan tahun sebelumnya sebesar 578,47 BSCF. Upaya mendorong tambahan cadangan ataupun produksi minyak, sepertinya perlu melihat apa yang dikerjakan Malaysia.

Mengacu IEA, Malaysia telah berhasil menjaga tren produksi minyaknya berkisar 700.000 BOPD selama periode 2000 -2018. Berdasarkan data theglobaleconomy.com, produksi minyak Malaysia sebesar 755.700 BOPD pada 2000, sementara pada 2018 sebesar 736.280 BOPD. Capaian produksi minyak di bawah 700.000 BOPD hanya terjadi pada kurun waktu 2011 - 2014.

Terkait cadangan minyak Malaysia, tercatat adanya penurunan sebesar 20% dalam kurun 2000 – 2016 atau dari 4,5 miliar barel menjadi 3,6 miliar barel. Sementara itu, Indonesia mengalami penurunan cadangan minyak yang signifikan dari 5,1 miliar barrel pada 2001, menjadi sekitar 3,3 miliar barrel pada akhir 2016.

“Langkah yang ditempuh negara lain di antaranya memperbaiki rezim fiskalnya. Sehingga, investor punya banyak opsi untuk berinvestasi. Kalau Indonesia dianggap kurang menarik dan sementara negara lain lebih menarik, tentu mereka masuk ke sana,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper