Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HPP Gabah Saja Tak Cukup, Rantai Pasok Harus Dirombak

Revisi naik HPP GKP hanya akan membuat harga beras di tingkat konsumen melonjak tanpa perbaikan rantai pasok.
Pedagang menata beras di Pasar Tradisional Pinasungkulan, Manado, Sulawesi Utara, Senin (29/4/2019)./ANTARA-Adwit B Pramono
Pedagang menata beras di Pasar Tradisional Pinasungkulan, Manado, Sulawesi Utara, Senin (29/4/2019)./ANTARA-Adwit B Pramono

Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah merevisi harga pembelian pemerintah gabah kering panen dinilai tepat. Namun, perubahan HPP tanpa upaya efisiensi rantai pasok berpotensi merugikan konsumen dan petani.

Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan, revisi harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) yang digunakan untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah sudah sewajarnya direvisi.

Adapun, dalam aturan tersebut, pemerintah menetapkan HPP GKP senilai Rp3.700/kg di tingkat petani dan Rp4.600/kg di tingkat penggilingan.

Revisi atas ketetapan HPP GKP tersebut, menurut Rusli, penting dilakukan kendati pemerintah sudah memberikan fleksibilitas 10% (atau hingga Rp4.070/kg) dari nilai HPP untuk pembelian GKP di tingkat petani oleh Perum Badan Urusan Logistik/Bulog (Persero).

Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) rata-rata harga GKP pada April 2019 berada pada level relatif tinggi, yaitu Rp4.357/kg.

“Level harga GKP itu padahal terjadi pada periode panen raya, yang asumsinya harga GKP mengalami penurunan. Jadi sudah sewajarnya HPP itu direvisi demi mempermudah penyerapan oleh pemerintah dan tidak menekan petani,” katanya saat dihubungi Bisnis, beberapa waktu lalu.

Namun demikian, dia menilai apabila revisi HPP GKP tersebut tidak disertai dengan penertiban atau penurunan ongkos distribusi gabah dari tingkat petani hingga konsumen, revisi naik HPP GKP hanya akan membuat harga beras di tingkat konsumen melonjak. Akibatnya, tegas Rusli, laju inflasi akan terkerek naik seiring meroketnya harga beras.

Selama ini, menurutnya, HPP GKP yang tidak berubah sejak 2015 berandil cukup besar dalam mengendalikan kenaikan harga beras di tingkat konsumen agar tidak melambung terlalu tinggi.

Untuk itu, dia meminta pemerintah membantu menurunkan margin perdagangan dan pengangkutan beras dari petani ke pedagang, sehingga mampu mengurangi distorsi harga di tingkat konsumen.

Ketua Umum Perhimpunan Penggilingan Padi Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, HPP GKP yang tidak berubah sejak 2015 merupakan kebijakan yang tidak ideal.

Selain memperberat upaya Perum Bulog (Persero) dalam melakukan penyerapan beras, kebijakan itu juga membuat para penggiling kecil gulung tikar.

“Ketika HPP direvisi naik, saran saya pemerintah tunjuk Bulog untuk kerja sama dengan penggilingan kecil membentuk sistem penyerapan gabah atau beras yang berkesinambungan, supaya bisa memangkas rantai distribusi dan harga yang diterima penggilingan kecil dari pembelian oleh Bulog berada pada batas wajar,” jelasnya.

Sebelumnya, pengamat pertanian dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Husein Sawit mengatakan, pemerintah dan Bulog harus berupaya keras menggenjot penyerapan beras dan gabah setara beras pada bulan ini. Pasalnya, dengan melihat pada periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, Bulog selalu kewalahan dalam melakukan penyerapan.

Menurutnya, realisasi serapan Bulog setiap tahunnya selalu meleset dari target. Di sisi lain realisasi serapan beras Bulog juga terus mengalami penurunan sejak 2016. Hal itu dikhawatirkannya akan menganggu proses pengelolaan beras oleh pemerintah.

Berdasarkan catatan Bisnis, realisasi penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog terus turun sejak 2016. Pada tahun tersebut Bulog menargetkan penyerapan 3,9 juta ton dengan realisasi 2,9 juta ton.

Selanjutnya, pada 2017 target yang ditetapkan sebesar 3,7 juta ton, tetapi realisasinya 2,1 juta ton. Pada 2018, target yang ditetapkan 2,7 juta ton dan realisasinya hanya 1,4 juta ton.

Tahun ini Bulog menargetkan dapat menyerap 1,8 juta ton, yang 1,4 juta ton di antaranya ditargetkan dapat diserap pada masa panen raya tahun ini. Hingga awal Mei, serapan Bulog mencapai 400.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper