Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cegah Instabilitas Ekonomi, Pemerintah Diminta Ambil Kebijakan Tepat

Pemerintah harus segera mengambil kebijakan tepat untuk meredam ancaman instabilitas ekonomi akibat memburuknya performa neraca perdagangan.
Petugas dibantu alat berat memindahan kontainer dari kapal ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa (17/5). JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya
Petugas dibantu alat berat memindahan kontainer dari kapal ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa (17/5). JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Komite Ekonomi dan Industri (KEIN) RI menilai pemerintah harus segera mengambil kebijakan tepat untuk meredam ancaman instabilitas ekonomi akibat memburuknya performa neraca perdagangan.

Pada April 2019, neraca perdagangan Indonesia defisit hingga US$2,59 miliar dan diklaim sebagai defisit bulanan terbesar dalam sejarah. Pasalnya, ekspor sepanjang april tercatat mengalami kontraksi sebesar 10,8 persen menjadi US$12,6 miliar.

Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menuturkan, data ini memberikan sinyal penting terkait dengan potensi instabilitas ekonomi ke depannya.

"Melebarnya defisit neraca perdagangan yang tidak hanya diakibatkan oleh transaksi jasa tetapi juga barang akan memperberat neraca transaksi berjalan," ungkap Arif, akhir pekan lalu.

Jika transaksi berjalan tertekan, KEIN menilai dampaknya akan melebar hingga mempengaruhi pergerakan nilai tukar, investasi hingga menurunkan kemampuan membayar kewajiban luar negeri.

Ketika neraca perdagangan tertekan pada kuartal IV/2018, nilai tukar rupiah melemah hingga ke kisaran Rp15.000 per dolar AS. "Kondisi saat ini, dalam pandagangan KEIN, akan berpeluang terjadi kembali pada kuartal II/2019 jika neraca perdagangan tidak diperbaiki," tegas Arif.

Dalam kondisi ini, suku bunga acuan biasanya dijadikan instrumen untuk meredam gejolak. Sepanjang 2018, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga sebanyak 125 basis poin (bps) menjadi 6 persen hingga saat ini. Alhasil, hal ini menahan laju investasi karena suku bunga yang tinggi tidak menarik bagi investor di sektor riil.

Jika tidak dilakukan hati-hati, hal ini dapat memicu instabilitas di sektor finansial dan berdampak pada stabilitas perekonomian secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Arif menuturkan transaksi berjalan yang defisit dapat menurunkan kemampuan negara dalam membayar kewajiban luar negeri, terutama yang terkait dengan pendapatan ekspor. Akibatnya negara harus menambah utang untuk bisa membayar kewajiban.

"Jika hal ini terjadi, menipisnya besaran primary balance yang telah dicapai pemerintah pada tahun 2018 akan menjadi sia-sia," ujar Arif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper