Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Industri China Melambat pada April, Penjualan Ritel Mencemaskan

Pertumbuhan produksi industri China secara tak terduga melambat pada April. Fakta ini memperkuat ekspektasi bahwa pemerintah China akan melancarkan lebih banyak langkah-langkah stimulus seiring dengan memanasnya perang perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Manufaktur China/Reuters
Manufaktur China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan produksi industri China secara tak terduga melambat pada April. Fakta ini memperkuat ekspektasi bahwa pemerintah China akan melancarkan lebih banyak langkah-langkah stimulus seiring dengan memanasnya perang perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).

Menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) China yang dirilis hari ini, Rabu (15/5/2019), pertumbuhan produksi industri melambat menjadi 5,4 persen pada April 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Padahal pada Maret, produksi industri mampu tumbuh 8,5 persen. Selain lebih rendah dari pencapaian pada bulan sebelumnya, pertumbuhan produksi industri pada April juga lebih kecil dari proyeksi para analis dalam survei Reutes yakni 6,5 persen.

Data NBS juga menunjukkan perlambatan pertumbuhan penjualan ritel yakni 7,2 persen pada April, laju terlambannya sejak Mei 2003.

Raihan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan penjualan ritel pada Maret sebesar 8,7 persen maupun proyeksi para analis untuk pertumbuhan sebesar 8,6 persen.

Perlambatan itu pun menyoroti kekhawatiran berkurangnya kepercayaan konsumen di tengah perlambatan ekonomi dan perang dagang dengan AS.  

Sebelumnya, pada Senin (13/5), penjualan mobil di China dilaporkan merosot 14,6 persen menjadi 1,98 juta pada April dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, penurunan bulan ke-10 beruntun.

Sementara itu, pertumbuhan investasi aset tetap melambat menjadi 6,1 persen selama empat bulan pertama tahun ini. Raihan ini lebih kecil dari prediksi untuk kenaikan sebesar 6,4 persen maupun kenaikan sebesar 6,3 persen pada tiga bulan pertama tahun ini.

Investasi aset tetap sektor swasta tumbuh 5,5 persen pada periode yang sama, menurun tajam dari kenaikan sebesar 6,4 persen pada periode Januari-Maret. Investasi swasta diketahui berkontribusi sekitar 60 persen dari keseluruhan investasi di China.

Perlambatan pertumbuhan investasi menunjukkan ekonomi China masih berjuang untuk menjadi lebih kuat di tengah memanasnya perang tarif dagang dengan AS.

Pada Jumat (10/5), pemerintahan Presiden Donald Trump menaikkan tarif terhadap barang-barang senilai US$200 miliar asal China. Trump juga telah mengancam memberlakukan tarif baru pada sisa barang-barang impor AS dari China.

Langkah pengenaan kenaikan tarif oleh AS dibalas China pada Senin (13/5) dengan rencana memberlakukan tarif tambahan pada barang-barang asal AS. Perundingan dagang dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia ini pun semakin terperangkap dalam kebuntuan.

Analis di BofA Merrill Lynch meyakini periode konflik dagang yang berkepanjangan bakal menyeret pertumbuhan China menjadi 6,1 persen tahun ini, dari 6,6 persen pada 2018.

Pemerintah China diperkirakan akan melancarkan pelonggaran kebijakan lebih lanjut dalam jangka pendek, pemangkasan lebih lanjut dalam rasio cadangan wajib untuk bank-bank, serta subsidi bagi konsumen demi meningkatkan penjualan produk-produk seperti mobil dan smartphone.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper