Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang April Diprediksi Defisit

Setelah dua bulan berturut-turut surplus, neraca perdagangan April diperkirakan defisit seiring dengan tren volume ekspor yang menurun serta impor barang konsumsi yang meningkat akibat antisipasi permintaan selama Ramadan.
Ilustrasi Neraca Perdagangan/Antara
Ilustrasi Neraca Perdagangan/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah dua bulan berturut-turut surplus, neraca perdagangan April diperkirakan defisit seiring dengan tren volume ekspor yang menurun serta impor barang konsumsi yang meningkat akibat antisipasi permintaan selama Ramadan.

Konsensus 20 ekonom memperkirakan defisit neraca perdagangan akan mencapai rata-rata US$550,41 juta, sementara nilai tengahnya US$431 juta.

Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menuturkan, defisit pada April 2019 ini didorong oleh pertumbuhan impor yang diperkirakan bisa mencapai 4,5 persen (mtm), sementara laju ekspor mengalami kontraksi sebesar -2,2 persen (mtm).

Menurut Josua, laju ekspor bulan April secara tahunan mengalami kontraksi sebesar -5,68 persen (yoy) dan impor diperkirakan tercatat -12,83 persen (yoy).

"Kinerja ekspor April cenderung masih tertahan oleh tren penurunan volume permintaan ekspor dari mitra dagang utama," ungkap Josua, Selasa (14/05/2019).

Hal ini diindikasikan oleh penurunan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur China dan India, serta dipengaruhi oleh tren penurunan harga komoditas ekspor Indonesia, seperti batu bara yang secara rata-rata telah turun 12 persen (mtm) pada Maret.

Penurunan tren kinerja ekspor ini dimbangi oleh adanya kenaikan harga CPO yang secara rata-rata naik 5 persen (mtm) pada Maret lalu. Di sisi lain, Josua mencatat impor barang konsumsi akan terdorong oleh faktor musiman, Ramadan, dan Idulfitri.

Sementara itu, impor barang modal dan bahan baku diperkirakan akan cenderung melandai terindikasi dari PMI Indonesia yang turun pada April lalu. Penurunan ini, kata Josua, dipicu oleh faktor eksternal yaitu ekspektasi perlambatan global.

"Ini juga terindikasi dari laju investasi yang melandai tidak hanya terlihat pada penurunan aktivitas manufaktur, namun juga laju penjualan dan konsumsi semen yang masing-masing terkontraksi sebesar -6,7 persen [yoy] dan -8,7 persen [yoy]."

Pada umumnya, Josua melihat investasi akan kembali pulih pasca berakhirnya Pemilu dan berakhirnya faktor musiman Idulfitri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper