Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IPO Uber, Apa yang Hendak Ditawarkan?

Tanggalnya telah pasti 10 Mei 2019, Uber Technologies akan melantai di NYSE dengan harga penawaran US$47 per lembar saham pada kapitalisasi pasar sekitar US$91,5 miliar.
CE Uber Dara Khosrowshahi tengah mengendarai salah satu mobil berbasis aplikasi Uber./Reuters-Lena Masri
CE Uber Dara Khosrowshahi tengah mengendarai salah satu mobil berbasis aplikasi Uber./Reuters-Lena Masri

Tanggalnya telah pasti 10 Mei 2019, Uber Technologies akan melantai di NYSE dengan harga penawaran US$47 per lembar saham pada kapitalisasi pasar sekitar US$91,5 miliar.

Dana segar yang akan diperoleh diperkirakan mencapai US$9 miliar, yang merupakan terbesar ketiga pada Initial Public Offering (IPO) sektor teknologi di belakang Facebook (US$16 miliar) pada 2012 dan Alibaba (US$25 miliar) pada 2014.

Saham yang ditawarkan Uber juga telah pasti, yaitu 180 juta lembar saham baru, dan bersama itu pula pelepasan 27 juta lembar saham pemilik lama senilai US$1,35 miliar.

Pesaing terdekat Uber yaitu Lyft pada Maret lalu telah memilih untuk melantai di Nasdaq dengan perolehan dana sebesar US$2,34 miliar dan saat ini menjadi IPO terbesar dunia (2019), angka yang akan dilewati Uber pada akhir pekan ini.

Dengan dukungan 29 penjamin emisi, IPO Uber akan menjadi peristiwa terbesar dan terpenting pada pasar modal global tahun ini.

Penulis beroleh kesempatan membaca dokumen publik S-1 yang disampaikan Uber kepada Securities and Exchange Commission (SEC) pada 26 April 2019 lalu. Dokumen inti meliputi 431 halaman, diikuti dokumen tambahan detail tentang berbagai aspek IPO.

Struktur pendapatan adalah yang pertama dicari oleh penulis. Pada 2018 Uber membukukan laba sebesar US$997 juta. Kelihatan normal hingga kita temui bahwa Uber membukukan rugi operasional US$3 miliar pada 2018 dan US$4 miliar pada 2017.

Bagaimana rugi operasional tahun 2018 berubah menjadi laba? Ternyata ada komponen penerimaan non-operasional yang diperoleh Uber dari penjualan bisnis dan pemilikan saham perusahaan di Asia Tenggara dan Rusia. Komponen tersebut berkontribusi hampir US$5 miliar pada pendapatan lain-lain yang ‘menghijaukan’ laba Uber.

Di Asia Tenggara investasi Uber menjadi pemegang saham 23,2% atas Grab, sementara di Rusia, Uber menjadi pemilik 38% saham Yandex. Keduanya diperoleh melalui tukar guling dengan bisnis Uber yang sebelumnya beroperasi di kedua kawasan.

Transaksi Uber dan Grab yang dicatatkan berlangsung pada 25 Maret 2018. Aset Uber di Asia Tenggara dicatatkan sebesar US$2,2 miliar yang selanjutnya dengan saham preferens Grab Seri G sebanyak 409 juta lembar mewakili 23,2% pemilikan atas Grab.

Detail lanjutan cukup penting. Sebagai pemegang saham preferens Grab Seri G, Uber memiliki redemption right yang memungkinkan Uber menempatkan investasinya ke dalam Grab dengan pengakuan sebagai injeksi cash hingga 25 Maret 2023, terlepas dari Grab melakukan IPO atau tidak sebelum tanggal tersebut.

Saham yang dipegang Uber ini dihargai US$5,54 per lembar dan berhak atas bunga sebesar 6% per tahun berdasarkan harga perolehan. Beban yang cukup besar, dan akan berpengaruh pada kemungkinan Grab melakukan IPO hingga 4 tahun ke depan.

Dalam dokumen S-1, Uber menyebutkan prospek perusahaan tersebut ke depan. Beroperasi baik secara langsung maupun tidak langsung di 63 negara, pada 2018 Uber membukukan rata-rata 17 juta perjalanan per hari di 700 kota di dunia dan memiliki angka pengguna aktif bulanan (monthly active platform consumers/MAPC) 91 juta di tahun yang sama, peningkatan dari posisi tahun sebelumnya yang mencapai 68 juta.

Dengan jumlah pengemudi terdaftar mencapai 3,9 juta orang pada 2018 penerimaan kotor Uber dari jasa Ridesharing mencapai US$41,5 miliar. Bandingkan dengan bagian Uber US$11,3 miliar sebagai nisbah bagi hasil Uber. Angka yang akan sulit berubah.

IPO Uber, Apa yang Hendak Ditawarkan?

Seorang investor tengah membawa dokumen IPO Uber di Manhattan, New York, AS (30/4/2019)./ REUTERS- Jeenah Moon

Roadshow

Dalam berbagai rangkaian roadshow, CEO Uber Dara Khosrowshahi dan CFO Nelson Chai selalu menyampaikan bahwa Uber menargetkan suatu saat akan beroleh Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) 25% dipotong bunga.

Angka ini terpaut sangat jauh dari posisi margin pada kuartal pertama 2019 ini yang berada pada posisi minus 31,4%. Hal ini berarti Uber masih akan membukukan rugi operasional hingga waktu cukup panjang. Sebagai mitigasi, Uber menyampaikan niat perusahaan ini untuk masuk ke bisnis angkutan industri (Uber Freight) dan jasa pengantaran makanan (Uber Eats).

Sulit diharapkan rugi operasional akan segera menghilang dalam skala tahunan ke depan, mengingat pada kuartal IV 2018, Uber Eats hanya membukukan pendapatan US 165 juta. Lalu di mana lagi prospek Uber? Dalam dokumen IPO disebutkan US$43,5 miliar pembayaran jasa Uber menggunakan kartu di tahun 2018 di mana Uber membayar senilai US$749 juta sebagai biaya proses transaksi kartu kredit pada 2017.

Untuk menekan biaya, Uber memperkenalkan Uber Cash pada September 2018 sebagai sistem pembayaran alternatif nonkartu, mirip skema GoPay di Indonesia. Dengan Uber Cash, pengguna dapat membayar jasa maupun memberikan tip secara nontunai.

Skala dan volume data keuangan ini yang mendorong PayPal menanamkan uangnya pada IPO Uber. Nilainya mencapai US$500 juta dalam bentuk private placement saham pada harga IPO pada 10 Mei nanti.

Investasi Paypal ini juga menunjukkan proyeksi arah perkembangan Uber ke depan, yaitu sebagai kanal aktivitas keuangan, di mana data pengguna dan data keuangan memberi nilai strategis bagi Uber, melampaui operasionalnya yang masih terus merugi.

Melihat rangkaian fund raising Uber selama ini, sangat terasa perusahaan investasi Softbank dari Jepang berperan sangat penting. Softbank melakukan skema buyout investor sebelumnya pada penerbitan saham preferens Uber seri G seharga US$48,7.

Pada IPO saham Uber seharga US$47, investasi Softbank sebenarnya pada posisi merugi, bahkan sebelum IPO berlangsung tetapi IPO tetap perlu dilakukan sebagai sarana mitigasi risiko.

Pada minggu lalu, Masayoshi Son juga telah mengumumkan persiapan IPO atas Vision Fund, dana investasi teknologi senilai US$100 miliar, di mana Kerajaan Arab Saudi berperan sebagai investor terbesar. IPO Vision Fund direncanakan pada 18 bulan mendatang.

Sebelumnya, pada Desember 2018 lalu Softbank Mobile telah sukses melakukan IPO di Jepang dengan perolehan dana US$23,5 miliar. Lalu sesudah itu? Bukan mustahil startup di mana Softbank juga menanamkan modalnya seperti Grab dan Tokopedia akan segera menyusul. Kita tunggu saja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Poltak Hotradero
Editor : Rahayuningsih
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper