Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada! Asia Pasifik Rentan Bencana Alam

Bambang Susantono terkejut mendapati ranjangnya hampir terendam air ketika terbangun dari tidur menjelang subuh pada 11 Februari 2018. Kondisi gelap gulita. Sambil mengumpulkan kesadaran, dia mencoba mencerna situasi apa yang mengancam di luar kamar.
Vice-President Knowledge Management and Sustainable Development ADB Bambang Susantono saat memberikan sambutan dalam diskusi mengenai pengelolaan risiko bencana alam di kawasan Asia Pasifik dalam rangkaian acara 52th ADB  Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, Kamis (2/5/2019)./Dok. ADB
Vice-President Knowledge Management and Sustainable Development ADB Bambang Susantono saat memberikan sambutan dalam diskusi mengenai pengelolaan risiko bencana alam di kawasan Asia Pasifik dalam rangkaian acara 52th ADB Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, Kamis (2/5/2019)./Dok. ADB

Bisnis.com, FIJI - Bambang Susantono terkejut mendapati ranjangnya hampir terendam air ketika terbangun dari tidur menjelang subuh pada 11 Februari 2018. Kondisi gelap gulita. Sambil mengumpulkan kesadaran, dia mencoba mencerna situasi apa yang mengancam di luar kamar.

Setelah berpikir beberapa saat, Bambang memutuskan mengambil paspor yang tergeletak di tempat tidurnya. Paspor itu kemudian dibungkus dalam plastik kedap air. Sebuah keputusan tepat, karena tanpa barang bawaan, langkahnya lebih ringan ketika ternyata harus melewati banjir besar.

Tepat ketika pintu kamar dibuka, air menerobos masuk dan merendam seluruh isi ruangan. Padahal, kamar itu berlokasi di lantai dua. Air ada di mana-mana.

Semalam sebelumnya, pria yang menjabat sebagai Vice-President Knowledge Management and Sustainable Development Asian Development Bank (ADB) itu sudah mendapatkan informasi mengenai potensi badai berskala rendah hingga menengah yang akan menerpa Samoa, sebuah negara kecil di Kepulauan Pasifik. Bambang tidak menyangka bahwa badai yang datang justru merupakan salah satu badai terbesar yang pernah melanda Samoa.

“Ternyata, tanggul yang dibangun oleh hotel yang saya tinggali roboh diterjang gelombang sehingga air laut masuk semua,” ujarnya, saat ditemui di sela-sela ADB Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, Kamis (2/5/2019).

Badai Gita yang melanda Samoa pada awal Februari 2018 itu membuat ekonomi lumpuh. Berdasarkan data Asian Development Outlook 2019, pertumbuhan ekonomi Samoa pada 2018 merosot ke level 0,9% dari posisi pada tahun sebelumnya yang mencapai 2,7%.

Menurut Bambang, risiko bencana alam menjadi salah satu ancaman terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara kecil. Pasalnya, bencana alam menghancurkan pusat-pusat ekonomi yang menjadi tulang punggung pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

“Dalam satu kali bencana alam, sekitar 30 persen PDB suatu negara kecil bisa lenyap, dan dibutuhkan waktu hingga dua atau tiga tahun untuk bisa pulih lagi,” kata Bambang.

Secara umum, ADB menilai negara-negara di Asia Pasifik memiliki potensi besar untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonomi. Saat ini, nilai PDB negara di kawasan ini berkontribusi hingga sepertiga dari total PDB global.

Sejumlah negara berkembang di Asia Pasifik juga dinilai telah berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Sebagian besar negara di kawasan bahkan diperkirakan akan mencapai level sebagai negara berpendapatan menengah pada 2020.

Akan tetapi, potensi pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Pasifik terancam oleh bencana alam. Apalagi, negara-negara ini tidak memiliki perlindungan asuransi yang memadai untuk mengantisipasi risiko bencana alam.

Menurut ADB, rata-rata tingkat penetrasi asuransi (insurance rate) di wilayah Asia Pasifik hanya mencapai 8 persen, jauh lebih rendah daripada negara-negara maju yang mencapai sekitar 40 persen. "Ini yang membuat dampak bencana alam menjadi semakin parah," ujar Bambang.

Menurut Bambang, baik pemerintah maupun swasta harus bekerja sama untuk membangun ketahanan wilayah terhadap ancaman bencana alam. Di satu sisi, pihak swasta bergantung kepada infrastruktur publik untuk memastikan bisnis tetap berjalan. Di sisi lain, pemerintah berharap kepada bisnis yang resilien agar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat tercapai.

“Termasuk di Indonesia. Insurance rate juga masih relatif rendah, karena masih ada mismatch antara industri asuransi dan pemerintah terkait dengan terms and conditions dalam asuransi. Ini yang sedang kami jembatani, karena ini terkait dengan premi yang harus dibayarkan,” tambah Bambang.

Di sisi lain, ADB juga mendorong pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sesuai dengan prinsip ketahanan terhadap bencana. Menurut ADB, saat ini proyek yang dijalankan pemerintah pusat sudah mengadopsi prinsip tersebut, namun perlu dipastikan seluruh proyek yang dibangun hingga ke tingkat daerah memiliki standar yang sama.

RENTAN BENCANA

Menurut ADB, sekitar empat dari lima orang di negara berkembang Asia Pasifik rentan terpapar risiko bencana alam. Jumlah korban tewas akibat bencana alam di kawasan ini mencapai 55 persen dari total korban jiwa akibat bencana di seluruh dunia. Nilai kerusakan akibat bencana alam di wilayah ini mencapai 26 persen dari total nilai kerusakan akibat bencana alam global pada periode 2000—2018.

Cuaca ekstrem menjadi masalah utama yang dihadapi masyarakat di wilayah ini. Sementara itu, gempa bumi menjadi bencana yang paling banyak memakan korban jiwa. Risiko bencana alam terjadi di hampir seluruh wilayah, tidak terbatas pada area tertentu.

Industri asuransi dan reasuransi memiliki kapasitas untuk mengkuantifikasi dan mengelola risiko bencana alam dan perubahan iklim. Para ahli di industri ini bisa membagikan pengetahuan itu kepada para pengambil kebijakan maupun para pelaku usaha di sektor lain untuk memitigasi risiko bencana alam melalui asuransi.

“Agar dampak bencana alam dapat diminimalkan, diperlukan berbagai produk asuransi untuk menanggung risiko bencana alam, yang meliputi asuransi untuk memproteksi individu, pelaku usaha kecil dan menengah, petani, infrastruktur dasar, dan jaringan rantai pasok dalam perdagangan,” ujar Bambang.

Presiden ADB Takehiko Nakao mengatakan bahwa dukungan pembiayaan untuk mengantisipasi perubahan iklim dan kesetaraan gender terus meningkat. Porsi pembiayaan untuk mendukung penanganan dampak perubahan iklim serta mitigasi bencana pada 2016—2018 mencapai 56 persen terhadap total operasi ADB. Jumlah tersebut melampaui target yang ditetapkan yakni sebesar 45 persen pada 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper