Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menaker Hanif Minta Buruh Tak Hanya Berkutat Soal Upah Minimum

Hanif menuturkan saat ini pemerintah tengah melakukan tinjauan terhadap aturan UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang saat ini sudah tak sesuai lagi.
hari buruh di era automasi
hari buruh di era automasi

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri sepakat bahwa UU Ketenagakerjaan harus direvisi karena sudah tak relevan. Namun, pemangku kepentingan diminta mengkaji perubahan dengan komprehensif, tidak hanya berkutat kepada isu upah minimum.

Hanif menuturkan saat ini pemerintah tengah melakukan tinjauan terhadap aturan UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang saat ini sudah tak sesuai lagi. Saat ini, bersama dengan jajarannya dan stakeholder terkait yakni pengusaha dan tenaga kerja, tengah dilakukan review aturan tenaga kerja saat ini. 

"Memang UU saat ini sudah tak sesuai dan kami tengah kaji, review ini," ucapnya. 

UU tentang ketenagakerjaan itu menurutnya memiliki peran penting untuk terwujudnya perbaikan ekosistem ketenagakerjaan. Pihaknya pun tak memungkiri perubahan yang begitu cepat seiring perkembangan zaman, membuat pemerintah pusat termasuk Kementerian Ketenagakerjaan harus bisa menyesuaikan.

"Termasuk review tentang aturan jam kerja yang sudah tak sesuai lagi kondisi saat ini," ujarnya. 

Selain UU Ketenagakerjaan, pihaknya juga tengah meninjau PP 78 tentang pengupahan. Saat ini tengah dilakukan konsultasi dengan para stakeholder, baik dari pekerja, dunia usaha, maupun pihak terkait lainnya.

Dia menilai penghitungan dalam PP 78/2015 juga akan memberikan kepastian bagi calon angkatan kerja sehingga formulasinya pun dinilai telah sesuai. Hanif meminta agar gerakan buruh tidak melulu berkutat pada isu upah minimum karena tantangan dunia kerja saat ini semakin berkembang dan kompleks. 

Menurutnya, permintaan upah yang besar akan mempersulit dunia usaha melakukan penambahan tenaga kerja

"Upah minimum itu jaring pengaman untuk pekerja baru nol tahun. Untuk pekerja di atas 1 tahun kita sudah punya struktur dan skala upah, di mana pengupahan berbasis pada masa kerja, pendidikan, kompetensi, jabatan, dan lain sebagainya. Ini yang ke depan perlu terus kami dorong implementasi dan pengawasannya di lapangan," tuturnya. 

Untuk menghadapi tantangan industri 4.0, Pemerintah telah memiliki strategi yakni peningkatan skill pekerja dan calon tenaga kerja di sejumlah Balai Latihan Kerja (BLK) dan vokasi yang tentu bekerja sama dengan industri agar sesuai dengan kebutuhan.

"Untuk perlindungan, kami juga masih menggodok aturan yang jelas program yang diberikan yakni Unemployment Benefit (UB) dan Skill Development Fund (SDF) untuk orang yang terkena PHK dan pengangguran sebagai dampak revolusi industri. Ini terus kami siapkan karena kami tak menampik akan ada pekerjaan yang hilang nantinya, tapi perlu diingat juga akan ada pekerjaan baru yang muncul," terang Hanif. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena berpendapat revolusi industri 4.0 ini tak terelakan. 

Saat ini, yang harus dilakukan pemerintah melakukan peninjauan dan revisi UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan yang dinilai tak relevan lagi. Hal itu dilakukan sebagai langkah perlindungan pemerintah dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

"Untuk yang PP 78 ini kami minta pengembalian hak berunding dalam penetapan upah minimum. Lalu formulasi kenaikan upah minimum yang selama ini ditentukan sepihak oleh pemerintah dengan rumus inflasi plus pertumbuhan ekonomi," ujarnya. 

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) Mira Sonia meminta agar pemerintah membuat standardisasi khusus untuk pekerja dan perusahaan outsourcing. Terlebih, pada era industri 4.0 diperkirakan akan banyak sekali perusahaan yang menggunakan tenaga kerja alih daya. 

"Aturan tenaga kerja saat ini juga perlu ditinjau karena tak mendukung dan melindungi para pekerja outsource," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper