Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Lebaran, Ini Deretan Permintaan Industri Tekstil

Menjelang Hari Raya Lebaran, industri tekstil meminta pemerintah untuk tegas terhadap produk impor.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan paparan pada acara Sosialisasi Road Map Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dari Dialog Tekstil Nasional (DTN) 2018 Solo di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/9/2018)./JIBI-Rachman
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan paparan pada acara Sosialisasi Road Map Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dari Dialog Tekstil Nasional (DTN) 2018 Solo di Bandung, Jawa Barat, Jumat (14/9/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA--Menjelang Hari Raya Lebaran, industri tekstil meminta pemerintah untuk tegas terhadap produk impor. Hal ini supaya pelaku industri dalam negeri bisa menikmati kenaikan permintaan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pihaknya sangat berharap lebaran tahun ini menjadi momentum produk lokal untuk mengusai pasar domestik. Pasalnya, dalam 5 tahun terakhir ini industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional tidak merasakan momentum Lebaran.

Menurut Redma, setiap menjelang lebaran ribuan kontainer berisi kain dan produk garmen impor masuk mengisi pasar domestik. 

“Jadi, setiap lebaran banyak pengusaha yang gigit jari," ujarnya, Senin (25/3/2019).

Dia menyebutkan momentum terakhir di mana industri tekstil dalam negeri menikmati peningkatan permintaan adalah pada pertengahan 2017 atau ketika Kementerian Keuangan menertibkan impor borongan. Namun, kondisi ini hanya bertahan 6 bulan karena pemerintah kemudian membebaskan seluruh impor TPT bebas masuk melalui Pusat Logistik Berikat (PLB).

Tertekannya industri TPT dalam negeri, lanjut Redma, juga menjadi apabila banyak pengusaha yang tidak mampu membayar tunjangan hari raya (THR) para pegawainya. Dengan kekhawatiran ini, dia berpendapat pemerintah harus mengantisipasi masalah perburuhan pada Mei nanti.

"Kalau tidak bisa jualan, pengusaha dapat uang darimana untuk bayar THR?” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya kembali meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan untuk segera melakukan langkah pengendalian impor. 

“Kemendag jangan terus perhatikan kepentingan importir pedagang saja, sekali-kali coba perhatikan kepentingan industri,” tegas Redma.

APSyFI juga meminta Presiden Joko Widodo untuk segera turun tangan karena permasalan impor ini dinilai menjadi biang kerok defisit neraca perdagangan dalam 2 tahun terakhir. 

“Presiden kan selalu mengeluh defisit neraca perdagangan, kami mohon Presiden yang langsung turun tangan karena sebenarnya sudah tahu betul permasalahannya ada di mana," ujar Redma. 

Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, ekspor industri tekstil sepanjang tahun lalu senilai US$4,651 miliar atau turun 0,1% dibandingkan 2017 yang senilai US$4,655 miliar. Pada periode yang sama ekspor pakaian jadi, yang merupakan produk hilir industri tekstil, tercatat senilai US$8,62miliar atau tumbuh 8,9% secara tahunan. 

Di sisi lain, impor produk tekstil pada 2018 tercatat senilai US$7,81 miliar atau tumbuh 12,17% y-o-y. Dengan demikian, neraca perdagangan industri tekstil mengalami defisit. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper