Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Hilirisasi Sawit di Tengah Tindakan Keras Uni Eropa

Cerita hilirisasi sawit kembali diangkat di tengah langkah Uni Eropa menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati. Berikut cerita dari Sumatra Utara sebagai salah satu daerah kelapa sawit terbesar di Tanah Air.
Dua orang petani meninjau perkebunan sawit milik mereka yang sudah berumur tua untuk mengikuti program 'replanting' di Desa Kota Tengah, Dolok Masihul, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (27/11). Program replanting atau peremajaan sawit rakyat ini menjadi bukti dukungan pemerintah terhadap sektor kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian petani sawit. ANTARA FOTO/Septianda Perdana
Dua orang petani meninjau perkebunan sawit milik mereka yang sudah berumur tua untuk mengikuti program 'replanting' di Desa Kota Tengah, Dolok Masihul, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Senin (27/11). Program replanting atau peremajaan sawit rakyat ini menjadi bukti dukungan pemerintah terhadap sektor kelapa sawit yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian petani sawit. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Bisnis.com, MEDAN--Cerita hilirisasi sawit kembali diangkat di tengah langkah Uni Eropa menghentikan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati. Berikut cerita dari Sumatra Utara sebagai salah satu daerah kelapa sawit terbesar di Tanah Air. 

Sekretaris Daerah Sumatra Utara R Sabrina mengatakan produksi minyak kelapa sawit cukup besar dengan potensi hingga 80 jenis produk turunan. Sayangnya, industri pengolahan minyak kelapa sawit belum dikembangkan secara masif sehingga belum menghasilkan produk yang cukup beragam dan mampu meningkatkan nilai tambah. 

Menurutnya, untuk mengembangkan industri pengolahan tetap membutuhkan investasi perusahaan kakap karena diperlukan teknologi yang mumpuni. Di sisi lain, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, pada 2018, terdapat 930 koperasi yang bersertifikat di Sumatra Utara. Mereka berpotensi untuk dikembangkan sehingga sektor pengolahan sawit bisa tergarap.

"Sumatra Utara memiliki bahan atau sumber daya yang cukup besar potensinya, misalnya saja CPO Sumatra Utara yang memiliki banyak turunan produknya hingga 80 jenis tapi belum dikembangkan di sini,” ujar Sabrina. 

Menilik pembangunan industri pengolahan kelapa sawit, terdapat beberapa cara hilirisasi sawit yang bisa dikembangkan.

Pertama, hilirisasi oleo pangan, yakni pengolahan dengan hasil akhir produk pangan seperti minyak goreng dan mentega. 

Kedua, hilirisasi oleo kimia yang menghasilkan oleokimia dasar seperti biosurfaktan yaitu deterjen, sabun dan sampo. Lalu, produk berupa pelumas dan bioplastik.

Ketiga, yakni biofuel atau pengolahan crude palm oil (CPO) sebagai bahan campuran atau bahan bakar kendaraan juga sumber tenaga listrik. 

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang 2018, Sumatra Utara dan Riau berkontribusi hingga 40% terhadap produksi minyak kelapa sawit nasional. 

Produksi yang cukup besar ini belum bisa diimbangi dengan hilirisasi meskipun Sumatra Utara memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang berkonsentrasi membangun industri pengolahan sawit dan karet.

Pabrik minyak goreng dan oleokimia memang sudah terbangun di KEK Sei Mangkei. Untuk penggunaan lainnya, seperti bahan bakar nabati serta sumber tenaga listrik masih belum signifikan. 

Kepastian Penyerapan

Sekretaris Jenderal GAPKI Sumatra Utara, Timbas Prasad Ginting mengakui kemampuan pengolahan sawit di dalam negeri masih minim. Menurutnya, diperlukan kepastian usaha dari sisi regulasi yang menjamin seluruh varian hasil olahan CPO bakal terserap. Regulasi tersebut, katanya, menjadi modal agar bisnis pengolahan berjalan lancar. 

Untuk produk FAME, katanya, meskipun cukup banyak produsen yang ditunjuk untuk memasok FAME sebagai campuran biodiesel, penggunaan di tingkat akhir masih minim sehingga penyerapan bahan bakar nabati tak secepat bahan bakar minyak. 

"[CPO] bisa [digunakan] buat bioavtur, biobensin, tidak perlu ekspor CPO pun bisa diserap dalam negeri," katanya.  

Dari sisi ketenagalistrikan, pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) yang menggunakan palm oil mill effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) yang berasal dari limbah seperti cangkang kelapa sawit dan kayu, sekam padi, tongkol jagung, ampas tebu, dan serbuk kayu baru menyumbang 0,1% atau sebesar 11,9 mega watt (MW) dari total kapasitas terpasang yaitu 2.011 MW.

Sementara itu, tenaga listrik terbesar berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yakni 867,2 MW atau  43,1% dan PLTA jenis pump storage sebesar 500 MW atau 24,9% dari porsi total. Adapun, dari sisi beban puncak, tercatat sebesar 1.487 MW. 

Padahal, bila melihat realisasi penanaman modal asing (PMA) di Sumut, sektor ketenagalistrikan menjadi sektor paling menarik. Sektor ketenagalistrikan termasuk gas dan air masih menjadi penopang utama dengan realisasi sebesar Rp7,85 triliun dari total realisasi Rp24,82 triliun sepanjang 2018. 

Antisipasi Penurunan Ekspor

Sebagai daerah penghasil yang selama ini mengekspor minyak kelapa sawit, upaya hilirisasi pun harus diantisipasi dengan peluang turunnya nilai ekspor. Sebagai gambaran, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara, pada Januari 2019, neraca perdagangan luar negeri mengalami surplus US$224,6 juta atau naik 13,5% dibandingkan dengan Desember 2018 yakni US$197,9 juta. 

Sementara itu, bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, surplus neraca perdagangan naik tipis yakni 0,6% dari US$223,1 juta. Perinciannya, dari sisi sektor penopang ekspor yakni pertanian sebesar US$55,8 juta dan industri sebesar US$626,4 juta. Adapun, beberapa negara tujuan ekspor yakni Amerika Serikat dengan US$97,5 juta; China dengan US$61,9 juta dan India US$59,1 juta. 

Dari sisi impor, pada Januari 2019, nilai impor yang terealisasi sebesar US$457,7 juta atau naik 1,5% dibandingkan Desember 2018 yakni US$464,8 juta. Kendati demikian, realisasi impor pada Januari 2019 turun sebesar 2% bila dibandingkan dengan realisasi pada Januari 2018 yakni US$467 juta. 

Berdasarkan golongan penggunaan barangnya, pada Januari 2019, impor didominasi bahan baku penolong dengan nilai US$383,9 juta atau berkontribusi sebesar 83,8%; diikuti barang modal dengan nilai US$41,6 juta dan barang konsumsi US$31,2 juta. 

Oleh karena itu, upaya hilirisasi kelapa sawit didorong sambil tetap memperhatikan upaya diversifikasi produk ekspor sehingga surplus neraca perdagangan tetap terjaga.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper