Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian BUMN menetapkan agar stok beras Perum Bulog yang berlebih dapat segera dijual dengan skema komersial sebelum beras itu kadaluarsa.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan potensi kehilangan beras yang dimaksud adalah beras yang tidak bisa untuk disalurkan bansos rastra karena pagunya hanya sekitar 200.000 ton pada 2019. Akan tetapi, menurutnya beras sisa CBP yang tidak memiliki saluran itu bisa dilepas secara komersil.
"Tidak tepat kalau disebut potential loss, Bulog mesti berupaya menjual itu kalau memang tidak berkewajiban menyuplai bansos rastra lebih dari 200.000 ton di tahun ini," katanya pada Senin (4/3).
Menurutnya, ketetapan mengubah rastra menjadi Bantuan Pangan Non Tunai sudah diputuskan oleh pemerintah. Sekarang tinggal Bulog sebagai korporasi bermanuver untuk melepas stok yang dimiliki. Wahyu menegaskan kalau perseroan tidak bisa jual atau suplai ke e-warong ya jual secara komersil. Apalagi sudah ada Rumah Pangan Kita dan Jendela BUMN RPK.
Pemerintah, lanjutnya, hanya menetapkan CBP 1,5 juta tiap tahun. Tapi dalam kenyataannya pengadaan selalu lebih besar daripada target. Maka dari itu, pemerintah menginstruksikan apabila pengadaan lebih dari ketetapan target, Bulog boleh menjualnya dalam skema komersil.
"Bulog ini sebenernya bisa fleksibel untuk pengadaan beras, beras pemerintah dan untuk kepentingan bisnis. kalau dia kebanyakan stoknya, jual aja secara komersial," ungkapnya. Wahyu menambahkan yang perlu menjadi catatan adalah beras yang dilepas secara komersil tidak akan mendapatkan pengganti dari pemerintah.
Sementara itu, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi belum dapat berkomentar perihal kebijakan beras.
Di sisi lain, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmi) Adhi S Lukman menambahkan industri mamin berkemungkinan dapat menyerap beras seandainya pemerintah mendisposal cadangannya. Tapi tidak mungkin sampai sebesar 1,65 juta ton.
"Apabila pemerintah menawarkan, tentunya akan ditawarkan ke anggota pemakai," katanya.
Adhi mengatakan kebutuhan dari industri pasti ada. Akan tetapi masalah terbesar pasti di harga. Pasalnya industri tepung beras biasa menggunakan bahan baku beras patah yang hargnya jauh dibawah beras utuh. Sementara stok yang dikelola oleh Bulog adalah beras utuh.
Jadi seandainya pemerintah menawarkan dengan harga bagus dan kualitas memadai industri siap menampung beras disposal. "[Apabila harga tinggi] dikhawatirkan ke harga konsumen kalau bhn baku mahal. Dampaknya jelek juga ke inflasi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel