Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI PETROKIMIA : Pengembangan Kilang Pertamina Perlu Dukungan Pemerintah

JAKARTA—Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemandirian sektor petrokimia perlu diperkuat seiring proyek pengembangan kilang Pertamina.
Petugas melakukan pemeriksaan dan perekaman data di pabrik butadiene di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), di Cilegon, Banten, Kamis (19/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Petugas melakukan pemeriksaan dan perekaman data di pabrik butadiene di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), di Cilegon, Banten, Kamis (19/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA—Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemandirian sektor petrokimia perlu diperkuat seiring proyek pengembangan kilang Pertamina.

Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), mengatakan sejauh ini mandat utama untuk Pertamina masih diarahkan untuk mengawal ketahanan energi.

“Memang sama-sama menguntungkan, antara meningkatkan ketahanan energi dan petrokimia. Hanya cara menikmatinya, kalau petrokimia untuk jangka panjang,” tuturnya kepada Bisnis, pekan lalu.

Fajar mengatakan pertumbuhan industri petrokomia akan berkisar 5%, mengikuti pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, kebutuhan impor bahan baku ikut meningkat yang berisiko memperlebar defisit neraca perdagangan.

Menurutnya, dengan beroperasinya Kilang Tuban dan operasional TPPI yang optimal, impor bahan baku petrokimia akan terpangkas signifikan. Sejauh ini, impor petrokimia nasional nilainya berkisar US$15 miliar dari total impor produk kimia senilai US$20 miliar.

Adapun, saat ini tren produk impor untuk memenuhi kebutuhan plastik domestik meningkat. Dia mencontohkan konsumsi plastik dalam negeri pada 2018 menembus 5,5 juta ton.

Ekonom Infef Berly Martawardaya mengatakan dengan hadirnya kilang petrokimia di Tanah Air otomatis defisit neraca perdagangan dapat dipangkas. Apalagi, menurutnya, bisnis kilang akan relatif lebih cepat balik modal dengan memanfaatkan sektor petrokimia.

“Investasi kilang minyak harganya mahal dan marginnya tipis, sehingga optimalnya jika digabung dengan petrokimia. Kalau bisa diproduksi di tanah air, meskipun kecil, tetap akan membantu pemangkasan impor,” katanya.

Sejauh ini, hanya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP II) dan Lotte Chemical Titan yang memiliki fasilitas hulu petrokimia nasional. Pabrik Lotte di Cilegon, Banten memiliki kapasitas produksi nafta cracker sebanyak 2 juta ton per tahun. Ke depan, pemerintah juga mendapatkan komitmen investasi dari Siam Cement Group (SCG).

Kelompok usaha dari Thailand ini menyatakan ingin membangun fasilitas produksi nafta cracker senilai US$5,5 miliar di Cilegon, Banten. Investasi ini direncanakan untuk membangun kapasitas produksi nafta cracker sebesar 1,2 juta ton per tahun.

Industri petrokimia merupakan salah satu sektor hulu strategis karena menyediakan bahan baku untuk hampir seluruh sektor hilir. Produk hilir itu seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetik hingga farmasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper