Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Timbang-timbang Wajib Tanam untuk Kedelai

Kementerian Pertanian mulai mencoba berbagai siasat untuk mendorong produksi kedelai dalam negeri demi secara perlahan memangkas ketergantungan terhadap impor. Opsi wajib tanam bagi para importir pun mulai dilirik.
Pekerja menyelesaikan pembuatan tahu di Jakarta, Senin (10/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja menyelesaikan pembuatan tahu di Jakarta, Senin (10/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian mulai mencoba berbagai siasat untuk mendorong produksi kedelai dalam negeri demi secara perlahan memangkas ketergantungan terhadap impor. Opsi wajib tanam bagi para importir pun mulai dilirik.

Sejatinya Kementerian Pertanian menargetkan swasembada kedelai pada 2018. Kementan juga mengklaim selama 4 tahun terakhir terjadi pertumbuhan produksi 11,52%, produktivitas 0,52% dan luas panen 11,6%.

Namun sampai dengan akhir tahun lalu, impor kedelai masih cukup tinggi, yakni 2,42 juta ton. Padahal, produksi dalam negeri hanya berkisar 982.598 ton.

Kinerja produksi itu sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil 2014 yang hanya 955.000 ton. Kendati demikian, produksi nasional belum dapat mencukupi kebutuhan tahun lalu, yang dalam sebulan mencapai 233.000 ton atau sekitar 2,8 juta ton selama setahun.

Kementan pun berupaya menaikkan luasan area tanam kedelai. Tahun ini target luas pengembangan budi daya kedelai dipatok seluas 350.000 hektare. Adapun, selama periode Januari—Maret 2019, produksi kedelai diperkirakan mencapai 196.724 ton.

Di luar itu, ada upaya lain yakni melalui pola tumpang sari, jagung—kedelai 350.000 hektare dan kedelai—padi 350.000 hektare. Dengan begitu, Kementerian Pertanian menargetkan memproduksi 2,8 juta ton sepanjang 2019.

Padahal dalam 4 tahun terakhir luas panen kedelai maksimal 680.000 hektare. Jika target pengembangan luas tanam tahun ini, di luar pola tumpang sari, terealisasi dengan optimal, berarti area panen kedelai berpotensi mencapai 1,05 juta hektare.

Gerah dengan gairah untuk menanam kedelai yang tidak kunjung menguat karena kalah saing dengan produk impor yang lebih murah di pasaran, Kementan mencetuskan wacana untuk mewajibkan para importir kedelai menanam komoditas tersebut di dalam negeri.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Gatot Irianto belum lama ini mengatakan wacana itu dihembuskan oleh para pedagang dan produsen benih kedelai. Para pengusul, katanya, ingin memiliki ketersediaan kedelai dari dalam negeri. Pasalnya, menurut mereka, kualitas produksi kedelai dalam negeri tidak kalah mutunya daripada kedelai impor.

Gatot mengatakan akan mengusulkannya kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk segera dibahas dalam Rapat Koordinasi Terbatas. "Kalau jadi, nantinya aturan itu akan tertuang dalam bentuk Permen (Peraturan Menteri)," kata Gatot belum lama ini.

Usulan wajib tanam, lanjutnya adalah upaya mendorong peningkatan produksi kedelai. "Kami ingin melindungi produsen dalam negeri serta memberikan tugas bagi mereka yang mendapatkan nilai tambah bagi importir," kata Gatot.

TATA ULANG

Menurutnya, izin impor yang selama ini diberikan kepada importir kedelai perlu ditata ulang. Pasalnya, apabila sekedar mengimpor tapi tidak disertai upaya mendorong produksi kedelai dalam negeri, otomatis dapat mengorbankan petani lokal.

Apabila wacana ini terwujud, kemungkinan skemanya akan mirip dengan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk bawang putih –dimana para importirnya diwajibkan untuk lakukan penanaman di dalam negeri sebesar 5% dari kuota impor yang didapat.

Gatot pun optimistis, dengan kewajiban tanam maka produksi lokal kedelai dalam negeri bisa menyuplai kebutuhan nasional.

Dia pun meyakinkan bahwa produksi dalam negeri menurutnya sudah bagus dan tidak kalah dengan kedelai impor transgenik (GMO) dari Amerika Serikat. "Kedelai dari Grobogan jauh lebih bagus dari impor, ukuran lebih gede dan lebih bagus," katanya.

Kendati demikian Gatot pun mengakui masih ada beberapa tantangan dalam pengembangan kedelaidi dalam negeri. Contohnya, kesulitan lahan dengan persyaratan ph netral dan kedalaman minimal 20 sentimeter. Kemudian, jumlah hama yang mencapai 29 jenis juga berpotensi menambah biaya produksi petani.

Padahal, Indonesia hanya butuh sekitar 2,5 juta hektare tambahan luas tanam untuk mencapai swasembada. "Persyaratan itu tidak bisa dicapai untuk produksi di luar Pulau Jawa," ujar Gatot.

Wilayah yang potensial untuk dikembangkan menjadi sentra produksi kedelai adalah Jawa Tengah, terutama di  Cilacap, Kebumen, Purworejo, dan Grobogan. Selain itu, wilayah Jawa Barat, seperti Sukabumi dan Garut juga cocok dijadikan wilayah tanam.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyampaikan persetujuannya atas usulan wajib tanam tersebut. "Ya saya setuju importir kedelai harus tanam kerja sama dengan petani. Agar impornya makin berkurang," tegasnya Kamis (17/1).

Namun, pandangan berbeda justru diutarakan oleh Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih. Menurutnya, importir tidak bisa diwajibkan menanam kedelai karena itu berlawanan dengan inti bisnis mereka.

"Kalau menurut saya itu kebijakan yang kurang tepat bila importir diwajibkan melakukan penanaman. Dari segi bisnis, inti usaha mereka adalah perdagangan kalau terus didorong lagi ke bisnis usaha produksi atau agribisnis, saya pikir tidak benar," tegasnya.

Henry menambahkan dalam logika dunia usaha, menanam dan mengimpor adalah dua hal yang berbeda. Bahkan ada potensi gagal dalam program tersebut.

Lebih jauh dia katakan, sebaiknya wajib tanam program bawang putih—yang dijadikan acuan oleh wacana ini—juga dihentikan karena tidak ada dampak signifikan terhadap produksi.

Henry mengusulkan, sebaiknya justru konsumsi kedelai yang dikurangi sehingga ketergantungan impor juga bisa ditekan. Menurutnya masih ada banyak sumber protein lain yang bisa menggantikan peran asupan kedelai.

"Jangan menjadikan kedelai [yang jelas impor] sebagai bahan pangan utama. Justru potensi dalam negeri yang harus dimaksimalkan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper