Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasokan Kayu Bulat Dari Hutan Tanaman Industri Diyakini Naik 10%

Pelaku usaha kayu optimistis bahwa pasokan kayu bulat dari hutan tanaman industri (HTI) pada tahun ini akan naik sebesar 10% dari total capaian tahun lalu.
/Bisnis
/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha kayu optimistis bahwa pasokan kayu bulat dari hutan tanaman industri (HTI) pada tahun ini akan naik sebesar 10% dari total capaian tahun lalu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menyampaikan total jumlah pasokan kayu tahun lalu yang dihasilkan hutan tanaman mencapai 37,1 juta m3.

"Produksi kayu HTI diprediksi naik 10% dibandingkan produksi tahun 2018," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (20/2).

Purwadi mengatakan potensi angka pertumbuhan tersebut didukung oleh trend produksi kayu yang semakin mengalami kenaikan.

Selain itu, permintaan dunia yang makin meningkat untuk produk olahan pulp dan paper juga dinilainya menjadi faktor pendukung utama kenaikan produksi kayu bulat dari HTI.

"Faktor pendukung utamanya karena permintaan dunia atas produk olahan pulp dan kertas, sebagai produk unggulan utama ekspor Indonesia berbasis bahan baku HTI, semakin meningkat," lanjutnya.

Sebelumnya, Purwadi mengatakan ada ada lima negara yang dinilai akan memberikan kontribusi besar untuk pemasukan devisa negara dari sektor kayu.

“Negara-negara utama yang diperkirakan memberi kontribusi besar adalah, pertama China, kedua Jepang, ketiga Amerika Serikat, keempat Uni Eropa dan kelima Korea,” ungkapnya.

Di mana jenis-jenis kayu Meranti dan Merbau dari hutan alam masih mendominasi pesanan dari berbagai negara.

Kemudian, untuk kayu tanaman yang dihasilkan dari Hutan Tanaman Industri (HTI) jenis kayu yang banyak dipesan adalah kayu Acacia dan kayu Eucalyptus.

Purwadi juga menuturkan tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah isu subsidi dan dumping karena harga bahan baku kayu Indonesia masih dinilai rendah.

“Tantangan utama adalah tuduhan dumping dan subsidi atas produk kertas Indonesia, yang akan menghambat ekspor kertas Indonesia,” jelasnya.

Tantangan lainnya adalah investasi yang cukup tinggi untuk pengadaan alat-alat berat yang merupakan komponen utama dalam kegiatan produksi.

Demi mengatasi dua tantangan di atas, APHI sendiri memberikan dua usulan; pertama, perlu ada review kebijakan perdagangan internasional Indonesia terutama terkait produk-produk hasil hutan yang boleh diekspor dan yang tidak boleh diekspor.

Untuk jenis kayu yang tidak boleh diekspor, Purwadi menjelaskan saat ini ada kebijakan tidak boleh mengekspor kayu log dan kayu olahan yang dimensinya lebih dari 10.000 mm2 untuk jenis kayu merbau dan 4.000mm2 untuk jenis kayu non merbau.

Kedua, APHI berharap para produsen kayu diperbolehkan untuk mengimpor alat berat bekas.

“Sekarang untuk alat-alat berat dengan kapasitas tertentu tidak boleh diimpor dalam bentuk barang bekas, sehingga usulan APHI adalah kami diperbolehkan impor alat bekas untuk [pengadaan] alat-alat berat kehutanan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper