Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Seriusi Pembenahan Sektor Pertanian

Angka kemiskinan dan ketimpangan di perdesaan berpotensi meningkat jika pemerintah tidak serius membenahi sektor pertanian.
Petani memanen padi di areal persawahan kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/1/2019)./Bisnis-Rachman
Petani memanen padi di areal persawahan kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/1/2019)./Bisnis-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Angka kemiskinan dan ketimpangan di perdesaan berpotensi meningkat jika pemerintah tidak serius membenahi sektor pertanian.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengatakan tanpa adanya keseriusan pemerintah untuk memperbaiki tata produksi, distribusi, dan konsumsi pangan termasuk tata niaga impor pangan, berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di perdesaan dan menambah ketimpangan dengan perkotaan.

“Kami mendesak agar sudah saatnya keterlibatan pelaku utama dalam produksi pangan, yaitu petani, dilibatkan dalam pengambilan keputusan publik yang terkait dengan pangan. Termasuk menyediakan akses terhadap keadilan pada saat kebijakan tersebut merugikan petani. Pembenahan tata produksi pangan perlu disusun dengan melibatkan petani dan pelaku pangan lainnya seperti nelayan, petani garam, dan peternakm” ujarnya pada Rabu (13/2/2019).

Dia melanjutkan beberapa strategi pemerintah di sektor pertanian bisa dilihat dari beberapa hal yakni persoalan agenda pembangunan infrastruktur yang dipilih juga telah berdampak terhadap sektor pangan.

Aktivitas investasi di Indonesia guna meningkatkan daya saing Indonesia di dalam agenda global value chain telah memberikan kontribusi terhadap hilangnya akses petani terhadap sumber daya ekonominya.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), lanjutnya, terjadi penyusutan terhadap luas lahan baku sawah dan pada 2018 luas lahan hanya 7,1 juta hektare. Sebelumnya pada 2017 luas lahan sawah berada pada angka 7,75 juta hektare, dan 8,12 juta hektare pada 2013.

“Penyusutan ini diakibatkan terjadinya konversi lahan untuk kebutuhan pembangunan kawasan industry, jalan tol termasuk infrastruktur lainnya, hingga pembangunan properti. Bahkan, Data sensus pertanian BPS 2018 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah petani gurem 1.560.534 orang selama 5 tahun terakhir,” lanjutnya.

Di sisi lain, lanjutnya, penguasaan lahan ke tangan korporasi pun meningkat yang kemudian berbanding terbalik dengan penguasaan lahan bagi petani.

Penguasaan lahan oleh korporasi dengan luas 5.000 ha - 30.000 ha tumbuh 24,57%. Akan tetapi, pertumbuhan ini harus dibayar dengan hilangnya akses petani gurem dan kecil terhadap lahannya sebanyak 5.177.195 yang sepanjang 2003 - 2013.

Di sisi lain, terjadi penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian 3,52 juta orang. Pada 2016, angka tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian 39,22 juta orang, dibandingkan dengan 2018 hanya 35,70 juta orang.

Bahkan dari sisi pendapatan, rata-rata upah di sektor pertanian masih memiliki nilai upah di bawah rata-rata upah nasional 2018, yakni Rp1,76 juta. Bahkan, data BPS juga menunjukan bahwa petani lokal 88,27% adalah pekerja informal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper