Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Minyak Sawit Diprediksi Naik 4%

Pertumbuhan produksi minyak sawit tahun ini diperkirakan hanya berada di kisaran 4%—5%, melambat dibandingkan dengan tahun lalu yang tumbuh 13% seiring dengan pengetatan ekspansi kebun serta usia tanaman yang relatif tua.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono (kiri) didampingi Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun memberikan penjelasan mengenai refleksi industri kelapa sawit 2018 dan prospek 2019. di Jakarta, Rabu (6/2/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono (kiri) didampingi Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia Derom Bangun memberikan penjelasan mengenai refleksi industri kelapa sawit 2018 dan prospek 2019. di Jakarta, Rabu (6/2/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA—Pertumbuhan produksi minyak sawit tahun ini diperkirakan hanya berada di kisaran 4%—5%, melambat dibandingkan dengan tahun lalu yang tumbuh 13% seiring dengan pengetatan ekspansi kebun serta usia tanaman yang relatif tua.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono memprediksikan pertumbuhan produksi minyak sawit tahun ini hanya sekitar 4% dibandingkan dengan tahun lalu. Artinya produksi minyak sawit tahun ini berkisar 49,5 juta ton.

"Siklusnya mungkin tidak akan sebesar 2018 sampai naik 13% dibandingkan 2017. Tahun ini paling naik sebesar 4% atau 5%," katanya di sela-sela acara refleksi industri sawit 2018 dan proyeksi 2019, Rabu (6/2).

Menurut Joko, itu adalah angka pertumbuhan yang sewajarnya atau normatif. Pertumbuhan minyak sawit pada 2018 yang mencapai 13%  atau ada tambahan 5 juta ton tergolong sebagai anomali.

Padahal, menurut Joko, normalnya pertumbuhan itu sekitar 1,5 juta ton-2 juta ton. Kenaikan signifikan itu kemungkinan disebabkan oleh fenomena El Nino atau bisa jadi ada perluasan lahan yang tidak terdeteksi.

"Kemarin [2018] memang rekor tertinggi [produksi]. Faktornya apa saja ini yang harus dilihat karena ada banyak. Seandainya ada data akurat seperti ekspansi berapa, kita akan mudah menganalisa, tapi sayangnya kita tidak punya. Ekspansi masih ada tapi kecil sekali dan itu milik petani, jauh kalau dibandingkan dengan dulu yang sampai 500.000 hektare," imbuhnya.

Pada tahun ini, lanjut Joko, produksi hanya akan tumbuh normatif karena industri masih bergantung pada tanaman dewasa dan tua yang produktivitasnya mulai berkurang. Jika dihitung secara keseluruhan, luasan kebun dengan pohon sawit tua itu mencapai 2,4 juta hektare dari total luas 14 juta hektare.

Kendati produksi cenderung stagnan, Joko meyakini industri kelapa sawit 2019 akan tetap cerah meskipun tengah menghadapi tahun politik yang panas.

Pasalnya, pemerintah masih fokus pada upaya mendorong investasi—termasuk di sektor perkebunan sawit, meningkatkan ekspor khususnya ke pasar nontradisional, serta memacu produktivitas nasional.

Di sisi lain, pelaku usaha juga tak ketinggalan dalam membuat program kerja. Pertama, pengusaha akan terus melakukan perbaikan iklim usaha dalam negeri melalui advokasi sinkronisasi kebijakan dan regulasi Pemerintah.

Kedua, terus melakukan advokasi atas berbagai regulasi di daerah. Ketiga, mendorong percepatan implementasi konsep keberlanjutan. Keempat, mendorong peningkatan serta pengembangan ekspor dan penanganan berbagai hambatan perdagangan di pasar global.

Kelima, memperluas kampanye positif sawit, baik di dalam negeri maupun di berbagai negara tujuan ekspor utama.

Selain itu, dengan adanya implementasi mandatori program biodiesel B20 yang menggunakan minyak sawit sebagai campuran bahan bakar dan ada kemungkinan akselerasi B30 di 2019, Joko optimistis penyerapan domestik akan lebih baik dibandingkan dengan 2018.

"Pasar domestik akan lebih besar dan kuat daripada 2018. Kami pun ingin bangun keseimbangan di perdagangan global dan penyerapan dalam negeri. Kalau misalnya biodiesel serapan naik terus sampai 7 juta ton atau 8 juta ton, itu juga tidak akan menggangu alokasi untuk ekspor," katanya.

Berdasarkan data Gapki, penyerapan biodiesel dalam negeri melalui program mandatori B20 mencapai 3,8 juta ton atau naik 72% dibandingkan dengan 2017 yang hanya 2,2 juta ton. Alhasil, serapan dalam negeri mencapai 13,49 juta ton yang menjadikan Indonesia sebagai negara produsen dan konsumen tertinggi di dunia melewati India.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper