Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlambatan Sektor Manufaktur Ancaman Bagi Pertumbuhan

Perlambatan pertumbuhan sektor manufaktur akibat volatilitas nilai tukar perlu mendapatkan perhatian, pasalnya kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ke depannya. 
Pekerja mengawasi mesin bordir komputer di rumah produksi bordir di Jakarta, Senin (15/10/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja mengawasi mesin bordir komputer di rumah produksi bordir di Jakarta, Senin (15/10/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Bisnis.com, JAKARTA--Perlambatan pertumbuhan sektor manufaktur akibat volatilitas nilai tukar perlu mendapatkan perhatian, pasalnya kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ke depannya. 
Kepala Riset Lembaga Penyeledikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI Febrio N. Kacaribu menuturkan tanda-tanda penurunan pertumbuhan industri manufaktur muncul pada kuartal kedua tahun lalu setelah sebelumnya terakselerasi sebesar 4,5% pada kuartal I/2018. 
Industri makanan dan minuman yang menjadi pendorong dominan pertumbuhan industri manufaktur juga mulai memperlihatkan perlambatan dari 12,7% pada kuartal I/2018 menjadi 10,68% pada kuartal II/2018. 
"Sementara itu kami tidak melihat kemungkinan pertumbuhannya akan kembali meningkat pada kuartal III atau kuartal IV, kami memperkirakan pertumbuhan industri makanan dan minuman ini masih di atas 10%," ujar Febrio dalam laporan LPEM, Sabtu (11/1/2019).
Pola pertumbuhan yang melambat juga terjadi di sektor manufaktur peralatan transportasi dan tekstil masing-masing menjadi 4,72% dan 6,96% pada kuartal II/2018 dari 6,3% dan 7,5% pada kuartal I/2018.
Sementara itu, pertumbuhan industri kimia dan obat-obatan dan elektronik mengalami pertumbuhan yang negatif, yakni -4,21% dan -1,23%. 
"Dua sektor ini sangat bergantung pada impor, karenanya keduanya sangat mungkin terpapar langsung oleh gejolak dan depresiasi rupiah," kata Febrio. 
Menurut Febrio, LPEM melihat adanya pertemuan faktor jangka pendek dan jangka panjang yang mendorong perlemahan di pertumbuhan sektor manufaktur pada semester I/2018. 
Pertumbuhan sektor manufaktur jangka pendek masihh akan dipengaruhi oleh volatilitas nilai tukar yang tinggi karena eksportir dalam negeri masih bergantung kepada bahan baku dan barang modal impor. Alhasil, dolar AS yang menguat membebani ongkos produksi bagi manufaktur berorientasi ekspor dan lokal. 
"Beberapa kontraksi di aktivitas manufaktur tidak dapat dihindari untuk mengatur ongkos bagi manufaktur hingga nilai tukar bergerak stabil," kata Febrio. 
Di luar hal ini, dia melihat sektor manufaktur memang memiliki masalah jangka panjang yang belum sepenuhnya diperbaiki pemerintah, salah satunya adalah proteksionisme. 
Langkah proteksionis didesain dengan pemikiran kenaikan tarif dan hambatan tarif dapat meningkatkan daya saing dari produk manufaktur lokal dibandingkan produk impor. Namun, pemikiran demikian mengabaikan kenyataan kompleks dari perdagangan modern, di mana negara-negara berdagang barang-barang antara (intermediate) dan komponen barang-barang tersebut sulit digantikan oleh produk lokal. 
Dalam arti lain, ini adalah pola dari global value chain atau rantai nilai global. Dengan demikian, penerapan tarif yang tinggi untuk barang impor dapat menghantam industri manufaktur di dalam negeri. Akhirnya, industri akan berpikir untuk merelokasi pabriknya ke Thailand dan Vietnam yang menjadi basis industri dengan hambatan dagang yang minim. 
Masalah jangka panjang yang masih melilit Indonesia adalah kebijakan dan praktik yang buruk terhadap investasi asing dan pekerja asing. Walaupun pemerintah telah berjanji membuka lebih banyak sektor industri untuk dimasuki asing dengan merevisi daftar negatif investasi (DNI), kenyataannya progresnya terbilang lambat. 
Pita merah birokrasi bagi investor dan kebijakan yang kontradiksi di level regional, contohnya kuota minimum penerimaan karyawan bagi yang memiliki KTP di Bekasi, dapat mengurangi daya tarik investasi sektor manufaktur di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper