Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Pangan Rendah Karena Pembeli Menurun

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pangan Desember 2018 mencapai 1,45%. Capaian tersebut tergolong rendah, karena inflasi pangan pada Desember 2014, 2015, 2016, 2017 masing-masing mencapai 3,53%, 3,53%, 0,47%, dan 2,46%.

Bisnis.com, JAKARTA -- Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pangan Desember 2018 mencapai 1,45%. Capaian tersebut tergolong rendah, karena inflasi pangan pada Desember 2014, 2015, 2016, 2017 masing-masing mencapai 3,53%, 3,53%, 0,47%, dan 2,46%. Rendahnya inflasi di sektor ini diperkirakan karena jumlah pembelian yang cukup rendah.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan tekanan dari masyarakat untuk berbelanja pada Desember 2018 tergolong rendah. Hal tersebut dapat tercermin dari menurunnya pendapatan pedagang sebesar 15% pada Desember 2018.

"Ini bukan masalah penjagaan inflasi. Ini permasalahan daya beli masyarakat yang menurun. Penjualan pedagang pasar bisa turun hingga 15% jika dibandingkan Desember tahun sebelumnya," katanya kepada Bisnis, Selasa (2/1/2018).

Jika dilihat dari data BPS, dia menjelaskan meski tidak terjadi kenaikan yang begitu besar, kelompok bahan makanan kacang-kacangan juga menyumbang inflasi bahan pangan.

Hal tersebut, dikarenakan sebagian masyarakat sudah mulai berpikir harga ayam dan telur sudah terlalu mahal dan menggantinya dengan kacang-kacangan.

"Kalau kita lihat di pasar, hal yang sama juga terjadi. Masyarakat sudah mulai banyak membeli tahu dan tempe ketimbang ayam dan telur," tuturnya.

Adapun, subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi, yaitu subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya sebesar 3,97%, sedangkan inflasi subkelompok terendah terjadi pada kacang-kacangan sebesar 0,16%.

Selain itu, Abdullah menggarisbawahi harga beberapa barang kebutuhan pokok masih bertahan di level yang tertinggi.

Dia memaparkan, harga ayam tertinggi tahun lalu hanya Rp29.000/ekor, sedangkan tahun ini sudah di kisaran Rp37.000/ekor sampai Rp40.000/ekor. Selanjutnya, harga tertinggi telur pada tahun lalu hanya Rp25.500/kg, sedangkan sekarang ini sudah mencapai Rp27.000/kg.

"Jadi, menurut saya, inflasi rendah ini bukan sesuatu hal bisa dibanggakan," ucapnya.

Abdullah berharap pemerintah segera mengatasi permasalahan produksi, terutama ayam dan telur, sehingga kenaikan harga ini bisa diredam dan masyarakat bisa kembali berbelanja tanpa khawatir.

Hal senada juga dinyatakan oleh Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto. Dia mengatakan, penurunan daya beli mungkin saja terjadi. Pasalnya, beberapa pengusaha hulu disektor pangan--seperti bibit--juga mengeluhkan penurunan penjualan.

"Jadi memang kalau digabungkan dengan pernyataan pedagang, sangat dimungkinkan bahwa penurunan daya beli masyarakat menyebabkan capaian inflasi bahan pangan lebih rendah," ujarnya.

Menurut Eko pencapaian inflasi pangan yang rendah belum dapat dijadikan indikator keberhasilan pemerintah. Pasalnya, komoditas seperti telur, ayam, cabai dan bawang masih menunjukkan harga yang cukup tinggi.

Berdasarkan data Pusat Informasi harga Pangan Strategis Nasional (2/1), harga daging ayam ras, telur ayam ras, cabai rawit merah, dan bawang merah masing-masing adalah Rp39.600/kg, Rp26.550/kg, Rp47.400/kg, dan Rp32.250.

Harga tersebut terpaut jauh dari HET-nya yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 tahun 2017, harga daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah masing-masing adalah Rp32.000/kg, Rp22.000/kg, dan Rp32.000/kg.

"HET itu masih lewat. HET kan acuanya pemerintah. Kalau pun inflasinya lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, itu permasalahan yang lain," ucapnya.

Indef berharap pemerintah fokus pada pengendalian harga. Pasalnya, kenaikan harga ayam dan telur merupakan permasalahan yang berawal dari tidak sinkronnya kebijakan yang dibuat antar kementerian.

"Ini karena Kementerian Pertanian hanya melihat kecukupan produksi saja dalam membuat sebuah kebijakan pelarangan impor pakan. Harusnya melihatnya secara keseluruhan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper