Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Harus Proteksi Benih Sawit untuk Petani Rakyat

Pemerintah diimbau untuk menyediakan dan memproteksi benih tersertifikasi untuk menjamin hasil produksi kelapa sawit dari petani rakyat.
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diimbau untuk menyediakan dan memproteksi benih tersertifikasi untuk menjamin hasil produksi kelapa sawit dari petani rakyat.

Wakil Ketua Tim Kerja Penguatan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Diah Suradiredja mengatakan ada beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam penguatan sawit rakyat.  Salah satu yang paling penting adalah yang terkait dengan kualitas benih yang bisa diakses oleh petani sawit rakyat.

“Sawit rakyat itu adalah tanaman yang sangat rentan dengan benihnya. Kalau benihnya jelek, itu akan berpengaruh jumlah produksinya. Sementara itu, yang sekarang untuk dapat benih bagus bersertifikat mungkin hanya perusahaan besar bersertifikat,” kata Diah kepada Bisnis, Kamis (20/12).

Diah mengatakan, umumnya benih yang digunakan oleh petani sawit rakyat adalah benih yang berkualitas rendah. Alasannya, karena kerap kali petani sawit rakyat tertipu dari si penjual benih. Selain itu, pemerintah juga tidak melindungi para petani sawit rakyat dengan pengendalian dan jaminan benih.

“Belum ada pengendalian. Seharusnya pemerintah yang menyiapkan dan menjamin benih baik ke masyarakat. Pemerintah Thailand dengan lahan terbatas dia menjamin bahwa yang ditanam oleh semua perusahaan maupun rakyat atau perkebunan itu adalah benih yang bagus,” ujar Diah.

Menurut Diah, jika petani sawit rakyat menerima akses benih berkualitas, dalam satu hektar lahan sawit saja bisa menghasilkan 8 ton—12 ton. Saat ini rata-rata produksi sawit per hektare oleh petani rakyat sekitar 4 ton—5 ton.

“Benih yang abal-abal umur 4-5 tahun bunganya saja yang keluar, buahnya tidak keluar. Lalu petani menebang,” terangnya.

Masalah kedua adalah bagaimana pemerintah membuat regulasi dan penguatan untuk proses pemupukan. Pasalnya, sawit adalah buah yang rentan dan harus terpelihara dengan penambahan pupuk organik maupun non organik.

Masalah ketiga terkait lahan. Diah menyatakan lahan sawit harus dipastikan statusnya.

Terakhir adalah masalah pascapanen. Minyak sawit pascapanen hanya tahan dalam kurun waktu 24 jam, karena setelahnya kualitas minyak semakin menurun.

Sementara itu, di Indonesia, kata Diah, belum ada jaminan minyak sawit yang dialokasikan sudah bersih dan terjamin dari waktu yang kelebihan. Oleh sebab itu Diah mendorong agar benih, pupuk, dan distribusi harus diregulasi dengan baik.

“Sawit ini perlu 24 jam untuk masuk [kilang penyimpanan]. Di kita [Indonesia], bisa lebih lama karena pengumpul, infrastruktur yang buruk, tidak bisa langsung masuk ke pabrik. Di pabrik juga harus antri,” sambungnya. (Gloria F.K.Lawi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper