Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BISNIS PERHOTELAN: Okupansi Kamar Tahun Ini Diprediksi Hanya 55%

Para pelaku usaha mengoreksi proyeksi tingkat keterisian kamar hotel bintang sepanjang 2018 dari 60% menjadi sekitar 50%—55%, seiring dengan tekanan pada industri perhotelan akibat serangkaian bencana alam yang terjadi pada tahun ini.
Hotel Aston di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)./traveloka.com
Hotel Aston di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)./traveloka.com

Bisnis.com, JAKARTA — Para pelaku usaha mengoreksi proyeksi tingkat keterisian kamar hotel bintang sepanjang 2018 dari 60% menjadi sekitar 50%—55%, seiring dengan tekanan pada industri perhotelan akibat serangkaian bencana alam yang terjadi pada tahun ini.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menjelaskan, okupansi hotel bintang sepanjang tahun ini juga diperkirakan lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang mencapai 55,70%.

“Bisnis hotel saat ini sulit. Terlebih, jumlah kamar saat ini banyak tetapi sedikit yang menginap di hotel berbintang,” ujarnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.

Selain itu, sebutnya,  penurunan okupansi hotel tahun ini dipengaruhi oleh rentetan peristiwa seperti bom Surabaya dan gempa Lombok, yang secara langsung menurunkan angka kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus).

“Memang tahun ini ada event Asian Games, Asian Para Games, dan rapat tahunan IMF-World Bank. Namun, pengaruhnya terhadap tingkat okupansi hotel secara nasional tidak signifikasn,” kata Hariyadi.

Adapun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), okupansi hotel pada Oktober 2018 mencapai rata-rata 58,84% atau naik 1,91 poin dibandingkan dengan Oktober 2017 yang tercatat sebesar 56,93%.

Ketua PHRI Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Abdul Hadi Faesal  menambahkan, okupansi hotel di NTB sepanjang tahun ini diperkirakan menyentuh 70% hingga 75%. Padahal, pada 2017, realisasinya mencapai 85%

“Memang, penurunan ini diakibatkan gempa yang terjadi beberapa waktu lalu. Namun, jelang akhir tahun ini, mulai banyak pemesanan kamar,” ucapnya.

Kendati demikian, pengusaha perhotelan berharap tingkat keterisian kamar hotel di NTB akan pulih pada 2019.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran berharap akhir tahun ini dapat menjadi momentum yang tepat bagi para pengusaha untuk menaikkan tingkat okupansi kamar dan pendapatan perhotelan.

“Di beberapa daerah, jelang akhir tahun memang sudah ada banyak pemesanan kamar hotel. Semoga ini bisa meningkatkan okupansi secara nasional,” ujarnya.

Bagaimanapun, dia tak memungkiri memang terjadi tren penurunan okupansi kamar hotel bintang sejak 2015, karena perubahan tren pemesanan ke segmen kamar nonbintang seperti homestay dan Airbnb.

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari sebelumnya mengamini bahwa prospek bisnis perhotelan di Indonesia mengalami tekanan dalam beberapa tahun terakhir akibat maraknya bisnis Airbnb dan homestay.

“Mereka [wisatawan] ini memilih menginap di homestay dan Airbnb karena selain murah, mereka bisa merasakan bagaimana tinggal di daerah dan berbaur dengan penduduk lokal,” ujarnya. 

Sayangnya, hingga saat ini, data jumlah berapa banyak penyewa kamar Airbnb maupun homestay belum dapat diketahui secara pasti.

Pasalnya, usaha akomodasi berbasis aplikasi daring itu tidak memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) sehingga tak dapat dilacak berapa banyak tamu dan tingkat okupansinya setiap bulan.

Dia meyakini apabila pemerintah secara tegas melakukan deregulasi untuk mengatur homestay dan operasional Airbnb, okupansi kamar hotel bintang secara nasional pun bisa makin meningkat hingga mencapai 90%.

Director Business Development and Sales Marketing Sahid Hotel & Resort Vivi Herlambang mengatakan, okupansi Grup Sahid Hotel hingga September tahun ini mencapai 65% atau naik 30% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

“Tahun ini lebih baik dari tahun lalu, karena secara makro okupansi hotel kami naik. Kenaikan tahun ini terjdi karena adanya berbagai penyelenggaraan meeting dan persiapan Pilkada dan Pilpres di hotel-hotel,” ujarnya.

Dia memproyeksikan, okupansi hotel Grup Sahid hingga akhir tahun ini untuk di daerah wisata atau yang berada di luar Jakarta mencapai sekitar 70% dan untuk yang berada di wilayah Jakarta hanya mencapai 50%.

“Tahun depan kami perkirakan [ tingkat okupansi] tumbuh sebesar 15%—20% karena ada tambahan hotel baru. Enam hotel itu ada di Bangka, Gili Terawangan,  Soreang Bandung, Kupang, Bogor dan Serpong,” ucap Vivi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper