Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijkan Pemerintah Tangani Lonjakan Impor Dinilai Masih Tumpul

Kebijakan pemerintah dalam menangani lonjakan impor dan pelemahan ekspor dinilai masih tumpul. Defisit neraca perdagangan pada bulan November melebar hingga US$2,05 miliar sehingga secara kumulatif pada Januari - November US$7,52 miliar. 
Aktivitas bongkar muat petikemas di pelabuhanTanjung Priok, Jakarta./JIBI-Nurul Hidayat
Aktivitas bongkar muat petikemas di pelabuhanTanjung Priok, Jakarta./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA--Kebijakan pemerintah dalam menangani lonjakan impor dan pelemahan ekspor dinilai masih tumpul. Defisit neraca perdagangan pada bulan November melebar hingga US$2,05 miliar sehingga secara kumulatif pada Januari - November US$7,52 miliar. 

Posisi defisit pada neraca perdagangan ini dapat membebani perbaikan defisit transaksi berjalan pada tahun ini. 

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan defisit neraca perdagangan pada bulan November disebabkan oleh penurunan ekspor lebih tinggi dibanding turunnya impor dibanding bulan Oktober. 

"Ini membuktikan kalau masalah utama spesifik bulan November ada di kinerja ekspor yang lemah," papar Bhima, Senin (17/12). 

Produk unggulan utama minyak sawit melanjutkan penurunan hingga 9,83% dibanding bulan sebelumnya. Menurutnya, harga minyak sawit memang turun karena oversupply dan hambatan dagang dari beberapa negara khususnya India. Secara total ekspor ke India bulan November turun 14,65%. 

"India ini mau pemilu tahun depan, jadi Modi menjual isu proteksi dagang sawit ke petani minyak nabati," ujar Bhima. 

Di sisi lain, dua negara tujuan ekspor utama yakni AS dan China menurunkan permintaan bahan baku industrinya jelang libur Natal dan Tahun Baru 2019. 

Alhasil, ekspor ke AS anjlok -5,04% (mtm) dan China -7,1% (mtm). Faktor lain adalah efek perang dagang yang mulai kinerja ekspor Indonesia. 

"Bisa dikatakan Indonesia telat mengantisipasi hambatan dagang sawit di pasar internasional," tegas Bhima. 

Seharusnya, Indonesia segera mengalihkan ekspornya ke pasar nontradisional atau melobi otoritas negara mita dagang utama, ketika ada sinyal Eropa dan India naikan hambatan dagang.

Akhirnya, Bhima menilai penangangan yang terlambat akhirnya blunder bagi ekspor. Berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mencoba kendalikan impor barang konsumsi lewat PPh 22, Bhima menilai dampaknya hanya kecil yakni turun -4,7% (mtm). Sementara itu, impor barang konsumsi Januari-November masih tumbuh 22,1%. 

Impor migas turun -2,8% (mtm/month to month) lebih disebabkan oleh faktor musiman karena sebelumnya Pertamina sudah impor stok BBM untuk penuhi kebutuhan akhir tahun. 

Harga migas juga rata-rata turun 10,96% di bulan November dibanding Oktober. "Itu penyebab impor migas turun. Bukan karena efek B20," ujar Bhima. 

Efek B20 belum terasa karena masih ada kendala di tingkat terminal pencampuran sawit dan solar, serta masalah distribusi di daerah.

Dengan kondisi ini, Bhima memperkirakan tren defisit perdagangan akan berlanjut hingga Desember dengan total defisit hingga US$9 miliar. Defisit ini dapat memicu pelebaran defisit transaksi berjalan hingga di atas 3%, yakni sekitar 3,35%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper