Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sulawesi Selatan Jadi Produsen Utama Beras

Badan Pusat Statistik mencatat Sulawesi Selatan produsen utama penghasil beras nasional sebesar 2,3 juta ton sepanjang 2018.
Pekerja membersihkan gudang beras Bulog Divre Sulselbar di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6/2016)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Pekerja membersihkan gudang beras Bulog Divre Sulselbar di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6/2016)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik mencatat Sulawesi Selatan produsen utama penghasil beras nasional sebesar 2,3 juta ton sepanjang 2018.

Berikut ini merupakan 10 daerah sentra penghasil beras nasional per 2018 yakni Jawa Timur 10,5 juta ton gabah kering giling (GKG), Jawa Barat 9,5 juta ton GKG, Jawa Tengah 9,5 juta ton GKG, Sulawesi Selatan 5,7 juta ton GKG, Sumatera Selatan 2,6 juta ton GKG, Sumatera Utara 1,9 juta ton GKG, Lampung 1,9 juta ton GKG, Aceh 1,6 juta ton GKG, Banten 1,6 juta ton GKG, dan Sumatera Barat 1,5 juta ton GKG.

Dari sentra tersebut, empat provinsi penghasil berada di Jawa. Tapi yang perlu dicermati adalah hanya Jawa Tengah dan Jawa Timur yang produksinya surplus yakni masing-masing 1,7 juta ton beras. Surplus terjadi karena produksi masih mencukupi untuk kebutuhan daerahnya sampai dengan akhir Desember.

Sementara itu, Jawa Barat mengalami defisit 770.587 ton beras, Banten 411.044 ton beras dan Yogyakarta sekitar 141.990 ton beras. Terakhir tentu saja Jakarta yang defisit berasnya paling tinggi yakni 1,2 juta ton.

Daerah di luar Jawa seperti Sulawesi Selatan justru menempati urutan pertama yang mengalami surplus produksi sebesar 2,3 juta ton. Sekaligus menjadi penopang produksi nasional. Lalu Sumatera Selatan 687.694 ton, Lampung 315.190 ton, dan Aceh 306.067 ton.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengatakan hasil tersebut setelah dilakukan pemutakhiran data menggunakan kerangka sampling area (KSA). Menurutnya peralihan sentra produksi beras nasional adalah konsekuensi dari jumlah konsumsi dan penduduknya.

"Karena konsumsi tetap tapi produksi terus turun, [surplus dan defisit produksi juga] terkait dengan jumlah masyarakat nya juga," kata Habibullah, Jumat dalam diskusi House of Rice (14/12).

Menurutnya ada 241.000 titik sampel untuk menghasilkan data tersebut. Selain itu data juga selalu diperbarui setiap bulan. Jadi BPS memantau tumbuh kembang padi yang ditanam oleh masyarakat.

Habibullah mengatakan dengan metode baru, BPS sudah bisa memprediksikan potensi panen yang akan terjadi. Pasalnya, BPS mengawasi umur tanaman sejak hari pertama sampai 105 hari kemudian ketika panen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper