Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi China: Penjualan Ritel dan Produksi Industri Melemah pada November 2018

Penjualan ritel di China tumbuh melambat pada November 2018, karena ekonomi Negeri Panda kian kehilangan momentum dan hasil produksi industri juga berkurang. 
Yuan/Bloomberg
Yuan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Penjualan ritel di China tumbuh melambat pada November 2018, karena ekonomi Negeri Panda kian kehilangan momentum dan hasil produksi industri juga berkurang. 

Hal itu menjadi bukti bahwa kondisi Beijing semakin tertekan akibat perang dagang dengan AS.

Data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China menunjukkan, penjualan ritel di Negeri Panda tumbuh 8,1% pada November secara tahunan, tapi di bawah perkiraan ekonom sebesar 8,8%. 

Adapun laju tersebut merupakan yang terlamban sejak Mei 2013, dan lebih rendah daripada perolehan pada Oktober sebesar 8,6%.

Sementara itu, hasil produksi industri hanya mampu tumbuh 5,4% pada November secara tahunan, juga tidak sesuai dengan perkiraan analis sebesar 5,9%.

Mao Shengyong, juru bicara Biro Statistik China, menjelaskan data hasil industri dan pertumbuhan ritel yang lemah tersebut memperlihatkan bahwa tekanan untuk ekonomi China memang semakin besar.

Namun demikian, menurutnya, China tetap dalam jalur untuk mencapai target ekspansi ekonomi di sekitar 6,5% pada tahun ini.

“Upaya memangkas pajak, biaya, dan suku bunga telah meningkat. Permintaan yang tidak cukup lah yang menjadi masalah utama,” ujarnya, seperti dikutip Reuters, Jumat (14/12/2018).

Adapun perlambatan permintaan dari China telah mulai mengkhawatirkan sejumlah mitra dagangnya. Dari Jepang, permintaan untuk produsen mesin dan manufaktur otomotif dari China telah berkurang hampir dua digit.

Saham-saham di Asia pun berguguran pada perdagangan Jumat (14/12/2018) setelah rilis data ekonomi China tersebut. Pasalnya, pasar khawatir dengan prospek perlambatan yang terlalu dalam di ekonomi terbesar di Asia.

Dalam beberapa kuartal terakhir, China memang telah kehilangan momentum bahkan dari sisi domestiknya. 

Kampanye Pemerintah China yang ingin menghapus praktik pinjaman berisiko telah meregangkan kondisi keuangan di Negeri Panda, seiring banyak perusahaan yang memangkas produksi dan investasi.

Tidak hanya itu, tekanan terhadap aktivitas ekonomi China juga berasal dari eskalasi perang dagang dengan AS. Sejauh ini, sengketa dagang kedua negara tersebut telah mengancam dapat merusak rantai penawaran global, mendinginkan investasi, ekspor dan pertumbuhan.

Adapun perlambatan sektor indsutri di China dan tensi dagang sejauh ini mulai tampak pengaruhnya terhadap sentimen konsumen, yang kemudian memengaruhi laju penjualan ritel. 

Produk berat, seperti otomotif, langsung terkena dampak dari sentimen perang dagang, dengan penjualan otomotif China terus melemah sejak Mei.

Data penjualan otomotif di China menunjukkan penurunan tajam ke level 10,0% pada November secara tahunan, searah dengan data penjualan industri yang tergerus ke level terendahnya dalam 7 tahun terakhir sebesar 14% pada bulan yang sama. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper