Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tol Laut Belum Efektif Atasi Masalah Disparitas Harga Bahan Pokok

Belum tersedianya infrastruktur penunjang tol laut yang mumpuni ditengarai menjadi penyebab masih tingginya disparitas harga bahan pokok dan barang penting (bapokting) antara daerah pelabuhan hub dengan daerah tujuan pengiriman barang.
Kapal Umsini milik PT Pelni bersandar di dermaga Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (7/11/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Kapal Umsini milik PT Pelni bersandar di dermaga Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (7/11/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Belum tersedianya infrastruktur penunjang tol laut yang mumpuni ditengarai menjadi penyebab masih tingginya disparitas harga bahan pokok dan barang penting (bapokting) antara daerah pelabuhan hub dengan daerah tujuan pengiriman barang.

Direktur Sarana Distribusi dan Logistik Kementerian Perdagangan Sihard Hadjopan Pohan menjelaskan, upaya untuk menekan disparitas harga antarwilayah terutama Jawa dengan pulau lainnya terus dilakukan pemerintah. Namun demikian, upaya tersebut tidak dapat dihasilkan secara instan, kendati telah hadir tol laut.

“Pembangunan infrastruktur penunjang logistik, terutama di wilayah Indonesia Timur belum maksimal. Kondisi ini yang membuat biaya logistik masih tinggi meskipun sudah ada tol laut,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (11/12/2018).

Pohan melanjutkan, pemerintah tidak bisa berperan sendirian dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Pasalnya, anggaran infrastruktur logistik yang dibutuhkan sangat besar. Sejauh ini, pemerintah telah menawarkan kepada swasta untuk ikut serta berinvestasi di sektor logistik antarpulau tersebut. Hanya saja, minat sektor swasta belum cukup tinggi saat ini.

Selain itu, dia menyebutkan, jumlah personel pemerintah di daerah untuk memantau harga bapokting yang dilalui oleh tol laut terbatas. Akibatnya, pendataan harga barang dilakukan dengan mengandalkan harga di pasar pantauan dan gerai maritim saja.

Kendati demikian, dia mengklaim, program gerai maritim yang disinergikan dengan tol laut telah memberi andil dalam penurunan biaya distribusi barang melalui laut. Dalam hal ini, kebijakan telah mampu mengurangi disparitas harga bapokting antara Indonesia Barat dengan Indonesia Timur sebesar 40% sejak 2015.

Adapun, kehadiran tol laut yang telah digagas sejak 2015 oleh Presiden Joko Widodo, belum mampu menekan disparitas harga bahan pokok secara  signfikan dari kota besar ke kota-kota lainnya. Hal itu setidaknya tampak dari data harga bahan pokok dan penting Kementerian Perdagangan. (Lihat grafis)

Pemerintah menetapkan tiga daerah sebagai pelabuhan hub untuk sejumlah rute tol laut. Daerah itu adalah Pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang, Pelabuhan Tanjung Priok, di Provinsi DKI Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya.

Adapun, di kawasan Indonesia bagian barat, untuk kawasan Sumatera, disparitas harga masih terjadi kendati telah ada tol laut rute hub Padang ke Bengkulu dan Bengkulu Utara.

Harga bahan pokok seperti beras, kedelai dan bawang merah di hub Padang masih lebih mahal dibandingkan dengan Bengkulu dan Bengkulu Utara. Sementara itu, untuk harga ketiga komoditas itu yang melalui tol laut justru lebih mahal dibandingkan dengan via nontol laut.

Sementara itu, untuk rute tol laut melalui hub Jakarta dengan tujuan Anambas dan Natuna disparitas harga hampir terjadi di semua komoditas bahan pokok, kendati tidak terlalu tinggi.

Adapun, perbedaan harga yang cukup mencolok justru terjadi di barang penting seperti semen dan triplek. Harga kedua barang tersebut di Anambas masih lebih mahal dibandingkan Jakarta kendati telah diangkut melalui tol laut.

Kondisi sedikit berbeda terjadi untuk rute tol laut di Indonesia bagian Timur dengan hub Surabaya dan tujuan pelabuhan di Papua dan Maluku. Untuk rute tersebut disparitas harganya relatif beragam.

Untuk komoditas bahan pokok seperti beras, kedelai dan gula pasir, perbedaan harga di Surabaya dibandingkan dengan pelabuhan tujuan Papua dan Maluku tidak terlalu tinggi. Dalam hal ini perbedaannya berkisar antara Rp.1.000/kg-Rp7.000/kg.

Namun, untuk komoditas lain seperti cabai merah, dan tepung terigu, harga di Maluku dan Papua lebih mahal hingga dua kali lipat dibandingkan dengan hub Surabaya.

Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengatakan, selama ini tol laut belum efektif menekan disparitas harga antar pulau, terutama Pulau Jawa dengan pulau lain. Pasalnya, selama ini kebijakan tol laut baru menyentuh pengendalian harga antarpelabuhan.

“Sejauh ini tol laut lumayan efektif  untuk menekan harga secara port to port. Padahal, rantai pasok bapokting ini tidak hanya berbicara antarpelabuhan saja, tetapi end to end. Persoalan ini yang belum bisa diselesaikan dengan tol laut saja,” katanya.

Dia mengatakan, berdasarkan penelitian SCI, biaya pengangkutan antarpelabuhan hanya menyumbang 50% dari total ongkos logistik. Sementara itu sisanya, adalah biaya logistik di luar angkutan kapal, seperti bongkar muat dan pengangkutan ke konsumen akhir.

“Jadi ketika kita perbaiki tol laut ini baru mengurangi setengah dari persoalan ongkos logistik saja. itu satu hal yang perlu diperbaki,” lanjutnya.

Dia juga menyebutkan, ada potensi, kehadiran tol laut ini hanya menguntungkan para pedagang besar di daerah tujuan. Dia menduga, ada pemain dan pedagang besar yang tetap menjual harga bapokting, sesuai dengan harga awal sebelum adanya tol laut. Dengan demikian, disparitas harga antara Pulau Jawa dan pulau lain di tingkat konsumen tetap terjadi.

Sementara itu, ekonom Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, dia mengatakan perlunya menambah atau merevisi pelabuhan hub asal barang, terutama untuk tujuan Indonesia Timur. Dia mencontohkan produk beras yang dikirim melalui pelabuhan Surabaya dengan tujuan akhir Halmahera Utara.

Dalam hal ini, harga beras di hub asal Surabaya, mencapai Rp11.330/kg dan ketika dikirim melalui tol laut harganya di Halmahera utara menjadi Rp12.000/kg. Sementara itu, harga beras yang diangkut ke Halmahera Utara, tanpa melalui tol laut harganya hanya Rp11.000/kg.

“Sebab, beras ada yang dipasok dari Makassar, dan itu lebih murah dibandingkan harus dikirim dari Surabaya, meskipun kapal tol lautnya disubsidi pemerintah. Maka dari itu, harus ada evaluasi terkait dengan hub tol laut ini, supaya lebih efisien harganya. misalnya dengan menambah hub di Makassar,” katanya

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper