Bisnis.com, JAKARTA — Harga beras berpeluang terus naik hingga memasuki masa panen raya tahun 2019, kendati pemerintah telah menyiapkan sejumlah antisipasi untuk menanggulangi persoalan tersebut.
Indikasi kenaikan harga beras tersebut muncul dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada November, yang memaparkan harga gabah kering panen (GKP) dan harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani maupun di penggilingan kompak mengalami kenaikan. Kondisi serupa juga terjadi pada harga beras di tingkat penggilingan.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga gabah dan beras pada November merupakan siklus tahunan yang terus berulang. Pasalnya, selepas Oktober, petani tengah melaksanakan masa tanam pascapanen gadu. Namun, dia menyoroti harga beras maupun gabah pada November tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Yang perlu diwaspadai adalah pada Desember, ketika momentum libur akhir tahun di mana konsumsi naik, sehingga permintaan beras naik dan biasanya diikuti kenaikan harga. Kewaspadaan juga diperlukan pada tahun depan setidaknya hingga masa panen raya,” ujarnya, Senin (3/12/2018).
Kendati demikian, Suhariyanto mengatakan, harga beras pada November yang rata-rata naik 0,70% secara month to month (mtm) masih belum mengkhawatirkan. Hal itu tercermin dari sumbangan kenaikan harga beras November terhadap inflasi pada bulan yang sama sebesar 0,03%. Capaian tersebut sama dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Untuk itu, dia berharap pemerintah dan Perum Bulog (Persero) terus meningkatkan upaya operasi pasarnya. Terlebih, dia meyakini, persiapan pemerintah menghadapi kenaikan harga beras tahun ini jauh lebih siap dari tahun lalu. Hal itu, menurutnya tampak dari cadangan beras pemerintah (CBP) Bulog yang saat ini mencapai 3,1 juta ton, jauh lebih banyak dari 2017 yang hanya mencapai 800.000 ton.
Adapun, berdasarkan data BPS, sepanjang November harga GKP naik 3,64% menjadi Rp5.116/kilogram (kg) dari bulan sebelumnya. Hal yang sama terjadi pada harga GKP di tingkat penggilingan yang juga naik 3,43% secara mtm menjadi Rp5.212/kg.
Pada periode yang sama, rata-rata GKG di petani dilaporkan mencapai Rp5.646/kg atau naik 3,23% dari bulan sebelumnya. Sementara di penggilingan, harga GKG juga naik 3,34% secara mtm, enjadi Rp5.754/kg.
Harga beras premium di produsen pada bulan lalu, rata-rata mencapai RP9.771/kg atau naik 1,30% seara mtm. Sedangkan untuk beras medium naik 2,22% dari Oktober menjadi Rp9.604/kg.
NAIK SIGNIFIKAN
Ketua Umum Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan, kenaikan harga beras yang signifikan tetap akan terjadi pada akhir tahun hingga panen raya yang diperkirakan akan datang ada Maret atau April 2019.
Kondisi itu, menurutnya, tercermin dari harga rata-rata beras medium pada November yang masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium sebesar Rp9.450/kg kendati Bulog mengklaim telah melakukan operasi pasar.
“Bulan lalu itu data kami menyebutkan, harga GKP sudah mencapai Rp5.020/kg. Itu kalau dikalikan dua untuk ongkos produksi dan ditambah dengan ongkos pengemasan bisa menembus Rp11.000/kg. Jauh dari HET,” katanya.
Sementara itu, pengamat pertanian dan pangan dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Husein Sawit mengatakan, kenaikan harga beras yang signifikan pada akhir tahun hingga panen raya tahun masih sangat rawan terjadi. Kondisi itu salah satunya terjadi lantaran BPS menyatakan neraca beras pada kuartal IV/2018 akan mengalami defisit.
“Sudah hampir pasti naik signifikan, karena ada defisit produksi beras seperti di ramalkan BPS. Belum lagi ketika nanti Bulog diperbolehkan masuk ke pasar untuk serap beras dengan harga di atas harga pokok penjualan (HPP). Harga di pasar pasti akan kembali melambung,” katanya.
Husein mengatakan, ketika nanti Bulog resmi masuk ke pasar beras dan gabah dengan harga beli di atas HPP, maka akan menciptakan persaingan pasar yang makin ketat. Adapun, Bulog bakal leluasa masuk ke pasar beras dan gabah ketika melakukan penyerapan karena tidak lagi dikendalikan melalui HPP.
Kebijakan itu rencananya akan dimulai pada Januari 2019 dengan payung hukum Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2018 tentang pengelolaan CBP untuk stabilisasi harga. Dalam praktiknya, Bulog diperkenankan membeli beras dan gabah di pasar dengan harga di atas HPP sesuai dengan batas harga kewajaran yang ditentukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan BPS.
Nantinya, selisih antara harga pembelian beras dan gabah oleh Bulog di pasar dengan harga jual beras ketika operasi pasar akan diganti oleh pemerintah dari dana APBN. Langkah itu diharapkan dapat membuat Bulog lebih leluasa dalam melakukan pengadaan beras dan melaksanakan operasi pasar secara efektif.
“Tetapi, masalahnya, dengan keleluasaan sebesar itu, Bulog bisa bikin harga beras semakin naik, Kemampuan pembelian beras di pasar akan meningkat tajam, terlebih dengan kapasitas serapannya yang tinggi sesuai kapasitas gudangnya yang mencapai 4 juta ton itu,” katanya.
Dia pun tak yakin, operasi pasar Bulog yang dihasilkan melalui skema baru tersebut akan efektif. Pasalnya, psikologis yang tercipta di pasar beras akan cenderung berupa harga naik, karena persaingan yang ketat.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, produksi beras domestik akan terus menyusut hingga masa panen tahun depan. Pasalnya, lebih dari 50% lahan tanam padi mengalami gangguan pada masa panen gadu tahun ini.
“Pasokan beras sedang susut. Ketika nanti Bulog iktu serap medium, padahal sekarang rata-rata petani dan penggilingan memilih mengolah gabahnya menjadi premium. Maka yang terjadi perebutan beras medium antara pedagang dan bulog. Akibatnya harga pasti naik,” katanya.
Untuk itu dia meminta agar pemerintah merumuskan kembali kebijakannya. Salah satunya dengan penyesuaian penyerapan dan operasi pasar dengan menggunakan dua jenis beras yakni medium dan premium. Upaya itu, menurutnya akan lebih efektif bagi Bulog ketika menyerap dan menggelontorkan beras ke pasar demi mengendalikan harga komoditas pangan itu.
Rerata harga gabah di tingkat petani pada 2018 (Rp/kg)
--------------------------------------------------------------------
Bulan GKP GKG Gabah kualitas rendah
--------------------------------------------------------------------
Januari 5.415 6.002 4.922
Februari 5.207 5.961 4.756
Maret 4.757 5.442 4.367
April 4.556 5.242 4.309
Mei 4.554 5.267 4.305
Juni 4.650 5.361 4.281
Juli 4.633 5.206 4.259
Agustus 4.774 5.308 4.363
September 4.889 5.399 4.652
Oktober 4.937 5.467 4.694
November 5.116 5.646 4.739
--------------------------------------------------------------------
GKP: Gabah kering panen
GKG: Gabah kering giling
Rata-rata harga beras di penggilingan (Rp/kg)
------------------------------------------------------------------
Bulan Premium Medium Rendah
------------------------------------------------------------------
Januari 10.350 10.177 9.793
Februari 10.382 10.215 9.987
Maret 9.893 9.698 9.554
April 9.525 9.221 8.991
Mei 9.524 9.190 9.002
Juni 9.478 9.135 8.941
Juli 9.520 9.198 9.015
Agustus 9.458 9.172 8.977
September 9.572 9.310 9.125
Oktober 9.645 9.395 9.194
November 9.771 9.604 9.462
------------------------------------------------------------------
Sumber: BPS, 2018
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel