Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bauran Energi Bersih 23% Sulit Tercapai

Target bauran energi terbarukan di sektor transportasi dan pembangkit listrik sebesar 23% pada 2025 sulit tercapai karena menghadapi berbagai kendala.
Presiden Joko Widodo mengamati turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Abriawan Abhe
Presiden Joko Widodo mengamati turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Abriawan Abhe

Bisnis.com, JAKARTA — Target bauran energi terbarukan di sektor transportasi dan pembangkit listrik sebesar 23% pada 2025 sulit tercapai karena menghadapi berbagai kendala.

Bauran energi terbarukan di sektor pembangkit relatif lebih mudah karena ada pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang menggunakan biodiesel.

Selain itu, pembangkit hijau lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBio), pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg), dan lainnya.

Di sektor transportasi, bauran Solar dengan bahan bakar nabati (biodiesel) juga relatif dapat tercapai karena tersedianya fatty acid methyl ether/FAME) dari minyak kelapa sawit. Namun, bauran bahan bakar minyak seri gasolin (Premium, Pertalite, seri Pertamax) sulit tercapai karena terbatasnya pasokan bioethanol.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pesimistis target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 dapat tercapai.

Dia mengatakan, pengembangan energi baru terbarukan, baik di sektor pembangkit maupun transportasi, di Indonesia masih terkendala oleh sejumlah hal. Salah satu kendala itu adalah investasi pembangkit energi terbarukan masih mahal sehingga membuat tarif listrik menjadi tidak terjangkau masyarakat.

"Saya khawatir [target bauran energi terbarukan] tidak dapat mencapai 23% [pada 2025]. Nilai investasi [energi terbarukan] berapa? Apakah bisa memberikan dampak serius terhadap kenaikan tarif listrik? Makanya kita hindari [pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan dengan harga jual listrik tinggi]," katanya, Kamis (15/11).

Selain di sektor pembangkit listrik, pemerintah juga mengejar bauran energi terbarukan di sektor transportasi. Namun, ketersediaan bahan bakar nabati (biofuel) untuk sektor transportasi masih terbatas, terutama untuk seri gasolin (Premium, Pertalite, dan seri Pertamax).

Sebaliknya, bahan bakar minyak jenis Solar sudah mulai menggunakan bahan bakar nabati jenis biodiesel dari minyak sawit (fatty acid methyl ether/FAME). Saat ini, Solar yang dijual di pasar harus dicampur dengan 20% FAME sehingga disebut dengan Biosolar 20% (B20). Baik sektor subsidi maupun nonsubsidi harus menggunakan B20 mulai 1 September 2018.

Bahan bakar nabati yang digunakan untuk bauran gasolin adalah etanol yang dapat dibuat dari gula. Padahal, suplai gula di dalam negeri masih terbatas karena sampai saat ini masih harus impor untuk memenuhi konsumsi di Tanah Air.

Jonan menjelaskan, target bauran 23% pada sektor transportasi akan sulit tercapai selama bahan bakar jenis bensin tidak disubtitusi atau dicampur dengan etanol, seperti halnya Solar dicampur biodiesel.

Konsumsi Solar di Tanah Air di kisaran 30 juta kiloliter (kl), sedangkan seri gasoline juga sekitar 30 juta kl. Di sisi lain, bauran etanol dengan gasolin saat ini

masih di bawah 4%.

Pemanfaatan etanol saat ini masih terkendala bahan baku karena bersinggungan dengan kepentingan pangan. Oleh karena itu, pemanfaatan etanol sebagai bahan bakar dalam skala besar belum bisa dilakukan.

Jonan pun mendorong agar industri pertanian atau perkebunan dapat mengembangkan tanaman, seperti ketela untuk bisa dikonversi menjadi bioetanol.

Dengan kondisi tersebut, dia pun mengakui akan sulit mencapai target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada 2025. "Mungkin kita cobalah sampai 20%," kata Jonan.

Untuk mengupayakan target tersebut tercapai, pemerintah terus mendorong penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Dia menyebutkan, pengembangan panas bumi diperkirakan dalam 7 tahun ke depan dapat meningkatkan bauran energi terbarukan sekitar 2%—3%.

Salah satu upaya pemerintah dengan menyiapkan regulasi pemanfaatan PLTS atap yang dipasang di atas gedung dan rumah tangga.

Melalui regulasi tersebut, rumah tangga dan pelanggan PLN lainnya diharapkan tertarik untuk memanfaatkan PLTS atap.

Bauran energi terbarukan di sektor pembangkit listrik sudah mencapai lebih dari 12%.

Program bauran biodiesel 20% pun masih menghadapi beberapa kendala di lapangan. Oleh karena itu, produsen biodiesel meminta ada kepastian pasar bahan bakar nabati dari sawit di dalam negeri yang diciptakan oleh pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Bioefuel Indonesia (Aprobi) M.P. Tumanggor mengatakan bahwa perlu ada kesepakatan dalam pengembangan energi terbarukan, khususnya penggunaan bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Menurutnya, dalam 5 tahun ke depan, kapasitas produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) nasional dapat menyentuh 60 juta ton per tahun sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati.

Saat ini, produksi minyak kelapa sawit sebanyak 42 juta ton per tahun. Pasar domestik baru menyerap 14 juta ton, sedangkan sisanya untuk ekspor.

Kapasitas pabrik biodiesel di Tanah Air saat ini sebanyak 10 juta ton. Pemanfaatan CPO sebagai biodiesel pun mulai meningkat seiring dengan kebijakan perluasan mandatory biodiesel 20% ke dalam Solar mulai 1 September 2018. Perluasan itu mencakup seluruh sektor baik subsidi maupun nonsubsidi.

Melalui perluasan B20 tersebut, penyerapan biodiesel di dalam negeri pada tahun ini dapat mencapai 5 juta ton.

Aprobi memproyeksikan penyerapan biodiesel dari FAME sebanyak 6,2 juta kiloliter (kl).

Tumanggor berharap agar dengan adanya peta jalan menuju B30 pada 2020, utilitas pabrik biodiesel akan meningkat. B30 artinya bahwa dalam 1 liter Biosolar mengandung 30% FAME dan 70% Solar.

Pasalnya, dengan kalkulasi penggunaan FAME sebanyak 5 juta kl per tahun untuk B20, dan ditambah dengan potensi B30 sebanyak 9 juta kl. (David E. Issetiabudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper