Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggaran Pendidikan Naik Terus, Pengangguran Terbuka Masih Tinggi

Anggaran pendidikan ditetapkan 20% dari total APBN, pada APBN 2019 anggaran mencapai Rp492,5 triliun. Dengan total belanja yang terus naik, anggaran pendidikan pun turut naik, sayangnya pengaruhnya terhadap pengurangan pengangguran masih belum optimal.
Ilustrasi pendidikan vokasi./Istimewa
Ilustrasi pendidikan vokasi./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Anggaran pendidikan ditetapkan 20% dari total APBN, pada APBN 2019 anggaran mencapai Rp492,5 triliun. Dengan total belanja yang terus naik, anggaran pendidikan pun turut naik, sayangnya pengaruhnya terhadap pengurangan pengangguran masih belum optimal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, masih terdapat tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK sebesar 11,34%, SMA 7,95%, Diploma 6,02% dan perguran tinggi 5,89%.

Ekonom Indef, Rusli Abdullah menuturkan jumlah TPT tersebut yang tinggi tersebut sebagai akibat dari adanya ketidaksesuaian lulusan dengan kebutuhan industri serta anggaran besar yang pemerintah keluarkan tersebut lebih banyak yang menjadi bagian dari anggaran rutin.

"Anggaran belanja pendidikan masih pada belanja rutin, dan belanja sarana prasarana fisik, belum berfokus pada kualitasnya," ungkapnya kepada Bisnis.com, Kamis (11/8/2018).

Dia pun menuturkan masih tingginya TPT alumni SMK akibat dari masih adanya ketidaksesuaian antara lulusan dan kebutuhan dari industri dan dunia usaha. Dengan demikian, menurutnya perlu ada perbaikan dari sisi kurikulum dan penyebaran alumni.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro mengakui masih adanya ketidaksesuaian antara lulusan dan kebutuhan tenaga kerja tersebut. Dia bahkan menenggarai hal ini tidak hanya terjadi pada lulusan SMK, tetapi terjadi pula pada alumni tingkat Universitas.

"Kuncinya pertama sisi supply dari segi pendidikannya harus mulai melihat kebutuhan lapangan kerja, ini berlaku di pendidikan umum dan vokasi. Pendidikan umum ya mungkin bidang-bidangnya teknik harus diperbanyak, bidang sosial harus disesuaikan, jangan sampai kita punya banyak sarjana tapi mereka kesulitan mencari pekerjaan, karena itu tingkat kompetensi dan kesesuaian harus diperbaiki," ujarnya kepada Bisnis.com.

Sementara itu, lanjutnya menghadapi era industri 4.0 tenaga kerja diharapkan dapat memiliki keterampilan dan kemampuan beradaptasi yang tinggi. Oleh karenanya, pemerintah tetap menilai pendidikan vokasi menjadi solusi yang perlu dikedepankan.

Berdasarkan APBN 2019, pendidikan vokasi mendapatkan pembiayaan sebesar Rp25,9 triliun meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp23,5 triliun. Jumlah tersebut tersebar melalui berbagai kementerian sebesar Rp16,86 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp9,06 triliun. Peningkatan anggaran khusus pendidikan vokasi ini sebagai bagian dari upaya memperbaiki kinerja dan kualitas pendidikan vokasi.


Bambang pun menjelaskan setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi fokusnya membangun pendidikan vokasi yakni kurikulum, pemagangan, dan roadmap kebutuhan pekerja.

Dia pun menuturkan Bappenas tengah menyiapkan grand desain formulasi sektor-sektor pekerjaan dan kebutuhan pekerjanya dalam RPJMN 2020-2024, sehingga kebutuhan dan upaya penyediaannya dapat sesuai.

"Kita sedang susun teknokratisnya, di situ sektor-sektor mana saja tenaga kerjanya dan tingkat kebutuhannya bukan hanya sektornya saja dan di level mana kita akan berada di level tersebut. Pariwisatanya akan seperti apa, apa kita akan pendidikan pelatihan, akan terekam di RPJMN di turunkan ke lebih detil di subsektor dan pendidikan," jelasnya.

Menurutnya, pemagangan menjadi kunci sebab pendidikan vokasi itu mensyaratkan kebiasaan kerja secara langsung. Dengan demikian, rasio antara pendidikan kelas dan praktik memang harus terus ditingkatkan menjadi 40:60.

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menuturkan saat ini SMK terus berbenah diri.  Dia bercerita saat ini setiap semester kurikulum SMK dievaluasi bersama dengan industri dan dunia usaha sehingga dapat langsung disesuaikan kebutuhan pekerja dengan industri yang menggunakannya.

"Kita setiap semester melakukan evaluasi dan kita mengundang industri dan dunia usaha apa lulusan sudah cocok belum kalau belum kita benahi, dan semakin bervariasi tidak tunggal tergantung partner sekolah masing-masing, setiap sekolah pun kita berikan otoritas dalam menyiapkan kurikulum," jelasnya.


Lebih lanjut, saat ini Kemendikbud tengah mendorong agar seluruh SMK memiliki teaching factory yang bekerja sama secara langsung dengan industri. Teaching factory merupakan pengembangan dari unit produksi yakni penerapan sistem industri mitra di unit produksi yang telah ada di SMK. 

Unit produksi tersebut pengembangan bidang usaha sekolah selain untuk menambah penghasilan sekolah yang dapat digunakan dalam upaya pemeliharaan peralatan, peningkatan SDM, juga untuk memberikan pengalaman kerja yang benar-benar nyata pada siswanya. 

"Sekarang sudah mendorong mereka yang punya teaching factory kita dorong jadi Badan Layanan Umum Daerah [BLUD], yang Jawa Timur saja sudah mengajukan 200, sekarang sudah disetujui 20, persetujuan Mendagri dan Menkeu mereka sudah punya uang sendiri karena mereka sudah berproduksi," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper