Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inilah Penyebab Harga Batu Bara Bulan Ini Turun

Harga batu bara acuan (HBA) dan harga patokan batu bara (HPB) pada November 2018 trercatat sebesar US$97,90 per ton di titik pengangkutan barang (FOB Vessel).
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara di perairan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2018)./ANTARA-Aji Styawan
Warga memancing ikan di sekitar kapal tongkang pengangkut batu bara di perairan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2018)./ANTARA-Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA — Harga batu bara acuan (HBA) dan harga patokan batu bara (HPB) pada November 2018 trercatat sebesar US$97,90 per ton di titik pengangkutan barang (FOB Vessel).

Berdasarkan Kepmen ESDM No. 1410/K/30/MEM/2018 tentang Perubahan Atas Kepmen ESDM No. 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Jual Batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum, harga batu bara acuan opada bulan ini sebesar US$97,90 per ton.

Menurut statistik harga emas hitam dalam periode bulanan, HBA selama November 2018 mengalami penurunan 2,97% dibandingkan dengan bulan lalu US$100,89 per ton. Hal ini juga dipengaruhi oleh turunnya rata-rata indeks bulanan ICI sebesar o,42%, NEX turun sebesar 5,14% serta GCNC turun sebesar 4,10% dan index Platt’s turun 1,25%.

Kementerian ESDM menyebut penurunan HBA bulanan, utamanya masih dipengaruhi oleh kondisi pasar global, dimana pembatasan kuota impor di China yang berlanjut sehingga menyebabkan permintaan batubara dari China ikut melemah. Selanjutnya penundaan pengiriman batubara dari Australia, khususnya untuk pemgaruh harga pada index Newcastle yang terkendala distribusi melalui penggunaan kereta api.

“Kemudian juga kelebihan pasokan batu bara dari Indonesia di mana lesunya permintaan pasar dari China dan India,” ujar laporan yang dikutip Senin (5/11/2018).

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menjelaskan bahwa tren harga batu bara di indeks ICI khususnya untuk kualitas batu bara yang banyak dipasok dari Indonesia sejak Juli memang terus menurun. Secara umum, dia membenarkan bahwa tren penurunan disebabkan melemahnya permointaan dari China sedangkan kondisi pasokan dari Indonesia berlebih.

Kebijakan pemerintah Indonesia yang menggenjot ekspor dikhawatirkan semakin menjatuhkan harga batu bara. Sebelum kebijakan penambahan kuota produksi, imbuh dia, pasar dikhawatirkan sudah oversupply terutama ekspor dari Indonesia. Karena itu adanya tambahan kuota produksi akan lebih menekan harga lagi.

Hendra menekankan, meskipun tren harga menurun, namun secara umum masih dalam level yang positif.

“Positif dalam artian harga masih kuat, meski trend menurun. Istilah positif itu membandingkan waktu harga menyentuh level terendah 3 tahun lalu di level US$ 50-60,”katanya kepada Bisnis Senin (5/11/2018).

APBI juga memprediksikan dengan tren harga jual batu bara menunjukkan penurunan, perusahaan-perusahaan tak akan agresif meningkatkan produksi tahun depan secara signifikan.

Adapun September lalu, pemerintah Indonesia memberikan izin penambahan produksi kepada 32 perusahaan tambang batu bara. Total tambahan kuota produksi untuk 32 perusahaan tersebut mencapai 21,9 juta ton.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, terdapat 32 perusahaan pemegang PKP2B dan IUP Operasi Produksi PMA yang telah mendapatkan izin penambahan produksi dari Menteri ESDM yang dinyatakan dalam persetujuan perusahaan RKAB 2018.

Sesuai dengan Kepmen ESDM No. 1924 K/30/MEM/2018, atas tambahan produksi yang telah disetujui tidak dikenakan kewajiban DMO sehingga perusahaan dapat menjual seluruh volume tambahan produksi ke luar negeri (ekspor).

"Kementerian ESDM telah menyelesaikan evaluasi atas seluruh permohonan peningkatan produksi yangdiajukan oleh perusahaan pemegang PKP2B dan IUP Operasi Produksi PMA sehingga tidak ada lagi permohonan yang sedang diproses," ungkap Agung.

Dengan adanya penambahan tersebut, produksi batu bara Indonesia pada tahun ini ditargetkan mencapai 506,9 juta ton, sekitar 400 juta ton di antaranya diekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper