Ini Alasan Aturan Data Center Lokal Harus Direvisi

Dhiany Nadya Utami
Kamis, 1 November 2018 | 15:51 WIB
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan (kanan)  memberikan keterangan kepada wartawan tentang aplikasi perpesanan Whatsapp terkait konten pornografi GIF di Jakarta, Senin (6/11/2017)./Antara
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan tentang aplikasi perpesanan Whatsapp terkait konten pornografi GIF di Jakarta, Senin (6/11/2017)./Antara
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan ada beberapa hal yang membuat Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) harus direvisi. Dua di antaranya, aturan tersebut dianggap tidak ramah usaha dan tidak punya sanksi tegas.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan PP PSTE versi lama memang layak diubah karena memiliki beberapa kelemahan salah satunya tidak relevan untuk mengakomodasi tren usaha yang mengarah ke transformasi digital.

Dia menilai kewajiban penempatan fisik data center dan data recovery center tidak sesuai dengan tujuan awal PP tersebut karena kepentingan utama pemerintah adalah terhadap data bukan fisiknya. Semuel menegaskan kedaulatan negara tetap menjadi prioritas utama, hanya saja pendekatannya yang berbeda.

Dalam PP versi lama lebih ditekankan pada pendekatan fisik yakni mengharuskan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia. Aturan yang seperti ini disebut akan memberatkan Penyelenggara Sistem Elektronik karena mereka berpikir hal tersebut berat secara bisnis.

“Bayangkan kalau [pengusaha] di setiap negara harus ada data center? Tentu itu membuat Indonesia tidak menarik lagi bagi investasi karena jadi mahal,” ucapnya.

Sementara itu dalam versi revisi yang ditonjolkan adalah pendekatan risiko yakni melalui adanya klasifikasi data sehingga kewajiban PSE akan berbeda tergantung dengan jenis data yang dikelolanya. Terdapat 3 kategori klasifikasi data yaitu data elektronik berisiko rendah, data elektronik berisiko tinggi, dan data elektronik strategis.

Adapun pengategorian data diserahkan pada pengatur dan pengawas sektor masing-masing karena dinilai sebagai yang paling memahami kondisi dan kebutuhan tiap-tiap sektor. Ini dinilai dapat membuat pelaku usaha lebih fleksibel dalam menjalankan bisnisnya.

“Pengaturan dibutuhkan untuk memperjelas subjek hukum tata kelola data elektronik, yang meliputi pemilik, pengendali, dan pemroses data elektronik,” tambahnya.

Selain itu, dalam revisi PP tersebut juga mengandung sanksi yang sebelumnya absen pada PP versi lama. Jika dalam PP PSTE versi awal PSE yang tidak menempatkan DC dan DRC di dalam wilayah Indonesia tak terkena sanksi apapun, dalam versi revisi ada sanksi yang menanti mereka yakni minimal pemblokiran akses dan paling berat adalah pelarangan untuk beroperasi di Tanah Air.

Adapun setelah diusulkan oleh Kemkominfo pada 2016 silam dan melalui berbagai tahapan, kini pembahasan revisi Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik telah rampung dan tinggal menunggu pengesahan dari Presiden Joko Widodo.  

Sebelumnya ada beberapa isu yang membuat pembasahan draf revisi berlangsung alot seperti perihal ketentuan pembangunan pusat data di dalam negeri untuk sektor usaha tertentu, terutama sektor perbankan yang melibatkan bank asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper