Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gunakan Metode KSA, Kebijakan Impor Beras Bakal Lebih Akurat

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memastikan bahwa segala kebijakan yang bakal diambil terkait impor beras akan semakin tepat dan akurat seiring dengan adanya perbaikan metodologi perhitungan data luas panen dan produksi beras melalui metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memastikan bahwa segala kebijakan yang bakal diambil terkait impor beras akan semakin tepat dan akurat seiring dengan adanya perbaikan metodologi perhitungan data luas panen dan produksi beras melalui metode Kerangka Sampel Area (KSA) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa dengan adanya data keluaran BPS tersebut akan mengurangi perdebatan yang terjadi selama ini lantaran adanya perbedaan data dari masing-masing kementerian / lembaga yang terkait.

"Dengan data itu kita melihat kebijakan yang diambil itu akan lebih tepat," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (24/10/2018).

Menurutnya, dengan data yang lebih akurat dan berkurangnya perdebatan tersebut, keputusan yang diambil pemerintah, apakah akan impor beras atau tidak, akan lebih cepat dan tidak akan terlambat seperti selama ini.

"Selain lebih akurat, paling tidak perdebatannya selama ini bisa hilang, sehingga keputusannya itu tidak terlambat. Yang kemarin ini sebenarnya terlambat," katanya.

Darmin menerangkan bahwa harga beras sebenarnya sudah mulai naik sejak Oktober -November 2017, akan tetapi pemerintah baru bisa memutuskan impor 500.000 ton ketika posisi stok beras hanya sekitar 580.000 ton.

"Karena ada yang bilang, kita Maret mau panen raya, pasti surplus. Akhirnya kita tunggu sampai akhir Maret, ternyata enggak naik stok beras, karena Bulog enggak mampu menyerap, maka harus dinaikkan impornya," ujarnya.

Menurutnya, apabila sampai terlambat memutuskan kebijakan impor beras, akan menimbulkan persoalan yang lebih besar bagi masyarakat, salah satunya adalah melonjaknya inflasi seperti yang dialami oleh Filipina.

"Filipina tidak mau impor tahun ini, tapi Agustus kemarin inflasinya naik di atas 6%, padahal biasanya paling-paling hanya 2% selama setahun. Dan mereka panik karena nyari beras buru buru ditengah situasi seperti itu," ujarnya.

Apalagi, kata Darmin, bahwa kebijakan impor beras adalah bukan sesuatu hal yang haram, sehingga apabila memang kondisinya memerlukan impor, maka hal itu itu harus ditempuh.

"Jadi, kalau perlu ya impor, kenapa tidak. Impor itu bukan barang haram, dari pada rakyat yang kena," ujarnya.

Darmin mengharapkan perbaikan data tersebut bisa terus dilakukan oleh BPS agar tidak ada lagi persoalan pasokan beras yang kurang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper