Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Papua Setop Izin Baru untuk Pertambangan dan Perkebunan

Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat menyatakan tidak akan memberikan izin baru untuk usaha pertambangan dan perkebunan, sebagai komitmen daerah untuk melindungi hutan.
Foto udara sungai berkelok membelah hutan di Kabupaten Mimika, Papua, Senin (29/1)./ANTARA-M Agung Rajasa
Foto udara sungai berkelok membelah hutan di Kabupaten Mimika, Papua, Senin (29/1)./ANTARA-M Agung Rajasa

Bisnis.com, MANOKWARI – Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat menyatakan tidak akan memberikan izin baru untuk usaha pertambangan dan perkebunan, sebagai komitmen daerah untuk melindungi hutan.

Kedua provinsi di Bumi Cendrawasih ini berkomitmen untuk memiliki hutan konservasi masing-masing sebesar 70%.

Berdasarkan data Econusa Foundation, total luas hutan yang ada di Tanah Papua mencapai 33,71 juta hektare yang terdiri dari 25,03 juta hektare di Provinsi Papua dan 8,67 juta hektare di Provinsi Papua Barat.

Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Papua Noak Kalise mengatakan, saat ini hutan lindung yang ada di provinsinya sudah mencapai 51% dan belum termasuk kawasan dengan kondisi pemanfaatan yang terbatas.

“Nanti di Tanah Papua akan memiliki kawasan yang dilindungi sebesar 70%. Provinsi Papua tidak ada lagi izin tambang baru kecuali tambang dari PT Freeport. Untuk perkebunan dan tambang, kami tidak akan menambah lagi izin yang baru,” ujarnya dalam diskusi International Conference on Biodiversity, Ecotursism and Creative Economy (ICBE) 2018, Senin (8/10/2018).

Saat ini, sebutnya, Pemprov Papua tengah merevisi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) karena dalam waktu 5 tahun provinsi ini diproyeksi mengalami perkembangan pesat.

Nantinya, wilayah di provinsi tersebut akan diatur berdasarkan penghasil komoditas seperti kopi, kakao, sagu, dan perikanan. Lalu, dipetakan juga habitat burung cendrawasih dan wilayah konservasi.

“Selain di darat, kami sedang menyelesaikan rencana zonasi pemanfaatan ruang kelautan. Draf akan selesai Desember dan disinkronkan dengan RTRW.  Kami akan buat peraturan daerah sebagai pengikat komitmen dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan memperhatikan lingkungan dan hak masyarakat adat,” tuturnya.

Dia meminta agar pemerintah memberikan insentf fiskal berupa anggaran tambahan kepada wilayah yang telah berkomitmen menjaga atau melindungi kawasan hutannya.

“Hargailah wilayah yang telah mau menjaga hutan. Paling tidak 28% orang asli Papua yang mau menjaga hutan di Tanah Papua ini diberikan insentif berupa penambahan Dana Alokasi Umum [DAU] dan Dana Alokasi Khusus [DAK],” kata Noak.

Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan juga meminta agar dana bagi hasil migas memiliki persentase yang adil dan ditetapkan tidak hanya untuk kepentingan nasional, tetapi juga masyarakat adat yang menjaga hutan.

“Di satu sisi mereka harus menjaga hutan, tapi di sisi lain mereka butuh makan dan uang untuk hidup. Masyarakat ini harus diakomodasi untuk membantu menjaga hutan sebagai langkah pelestarian,” ucapnya.

Hingga kini, ujarnya, baru 50% wilayah di Papua Barat yang terkonservasi. Pemprov Papua Barat berkomitmen untuk meningkatkannya hingga 70%. Untuk mencapai target itu, Dominggus tidak akan menambah izin tambang dan perkebunan baru.

Tahun ini Pemprov Papua Barat menggodok payung hukum berupa Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang pembangunan berkelanjutan dan Perdasus tentang pengakuan hak masyarakat adat.  Kedua perdasus ini ditargetkan selesai pada tahun ini.

Selain membahas Perdasus, Pemprov Papua Barat merevisi RTRW karena banyak wilayah yang mengalami pemekaran. Dalam revisi tersebut nantinya akan didetailkan lokasi wilayah hutan lindung, produksi, konservasi, maupun perkantoran.

Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu menuturkan, pemerintah tengah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang memastikan sektor ekonomi dan lingkungan bisa berjalan berdampingan.

Menurutnya, daerah tak perlu takut tak berkembang secara ekonomi atau tidak memperoleh pendapatan daerah yang besar karena mempertahankan kelestarian hutan.

“Bisa dilakukan dengan ecowisata atau ekonomi kreatif lainnya untuk meningkatkan ekonomi daerah,” ujar Nur.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno menambahkan, baru dua provinsi di Indonesia yang menyatakan komitmen 70% wilayahnya merupakan kawasan lindung.

“Keanekaragaman hayati 50% ada di Papua. Pelestarian hutan ini penting, ini bisa dijadikan ecowisata. Kalibiru Yogyakarta memperoleh Rp5 miliar per tahun. Jadi pendapatannya enggak hanya tambang saja. Papua ini banyak potensi alamnya, ada 19.000 hutan adat dan cendrawasih. Yang lain, hutan bisa dijadikan sebagai sumber obat-obatan modern. Jadi, memang perlu kebijakan insentif dari pemerintah untuk Tanah Papua,” terang Wiratno.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper