Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sulitnya Mencapai Target Devisa Pariwisata US$17 Miliar

Target perolehan devisa pariwisata senilai US$17 miliar pada tahun ini diperkirakan gagal tercapai, lantaran laju pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara sepanjang Januari—Agustus 2018 masih di bawah ekspektasi.
Wisatawan mengunjungi Candi Borobudur, di Magelang, Jawa Tengah, Rabu (20/6/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Wisatawan mengunjungi Candi Borobudur, di Magelang, Jawa Tengah, Rabu (20/6/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Target perolehan devisa pariwisata senilai US$17 miliar pada tahun ini diperkirakan gagal tercapai, lantaran laju pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara sepanjang Januari—Agustus 2018 masih di bawah ekspektasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang Januari—Agustus hanya ada 10,58 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Angka itu naik 12,3% dari realiasi pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 9,42 juta kunjungan wisman.

Namun, pertumbuhan sebesar 12,3% sepanjang tahun berjalan mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan kunjungan wisman dari Januari hingga Agustus 2017 yang tumbuh sebesar 25,68% dari periode yang sama 2016.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, untuk mencapai target 17 juta kunjungan wisman dan perolehan devisa pariwisata senilai US$17 miliar dibutuhkan pertumbuhan kunjungan wisman setidaknya 20% setiap bulannya. 

"Kalau melihat pertumbuhan kunjungan wisman yang melambat, saya perkiraan jumlah wisman hingga akhir tahun hanya mencapai 15 juta saja. Tahun lalu, jumlah wisman mencapai 14 juta. Tahun-tahun sebelumnya memang pertumbuhannya relatif cukup tinggi," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (2/10/2018). 

Tidak hanya itu, sepanjang Januari—Agustus 2018, kunjungan wisman dari negara-negara utama mengalami penurunan signifikan secara year on year (yoy). Kunjungan wisman asal China hanya 1,48 juta orang (-1,47%), Thailand 82.300 orang (-9,23%), Jepang 346.500 orang (-10,21%), Korea Selatan 241.900 orang (-17,83%), Taiwan 144.800 orang (-24,02%), Arab Saudi 126.200 orang (-10,22%), dan Filipina 142.600 orang (-29,93%).

Faisal menuturkan, penurunan kunjungan wisman dari negara-negara penghasil turis utama tersebut dikarenakan adanya bencana alam yang terjadi di Indonesia, yakni erupsi Gunung Agung Bali dan gempa di Lombok, sehingga wisman tak banyak melancong ke Tanah Air

Dia juga menilai kemampuan Indonesia untuk bersaing dengan negara lain dalam sektor pariwisata masih kurang. Sebagai perbandingan, pariwisata di Thailand memuat semua aspek mulai dari wisata alam, budaya, belanja, hingga kuliner. Hal inilah yang membuat banyak wisatawan ingin ke Thailand, sehingga realisasi devisa pariwisatanya mencapai US$40 miliar.

“Tentu berbeda ketika berwisata ke Raja Ampat Papua, di mana hanya dapat beberapa destinasi saja seperti alam dan budaya. Outbound warga China ini besar, tetapi mereka tidak semuanya ke Indonesia. Ini yang perlu dicari tahu, apa yang diinginkan turis asal China ini," katanya. 

Faisal meminta agar pemerintah tak hanya fokus pada angka jumlah kunjungan wisman ke Indonesia saja, tetapi juga peningkatan nilai belanja (spending) wisman yang menjadi sumber perolehan devisa di sektor pariwisata. 

Menurutnya, diperlukan evaluasi program pariwisata untuk dapat menarik lebih banyak lagi minat berwisata ke Indonesia dan mendorong spending wisman yang lebih besar. 

"Jadi buat yang lebih menarik, mulai dari paket perjalanan yang tak hanya 1—2 destinasi yang dituju, lalu tiket pesawat yang terjangkau dan akses wisata yang memadai," tutur Faisal. 

KURANG PROMOSI

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari menuturkan, penurunan kunjungan wisman terutama dari Asia disebabkan karena promosi Kementerian Pariwisata hanya sebatas pada branding Wonderful Indonesia. 

"Mereka datang karena penasaran seperti apa Indonesia. Lalu setelah itu jarang lagi yang mau datang ke Indonesia. Memang daya tariknya enggak begitu ada. Contoh Thailand, meski tidak berbahasa Inggris, banyak yang datang ke sana karena pengemasannya bagus," ujarnya. 

Kendala lainnya adalah mahalnya harga tiket pesawat yang menuju ke destinasi pariwisata tertentu. Sehingga, para wisman lebih memilih berpelesir ke negara lain yang lebih menawarkan pengalaman maksimal dengan pengeluaran minimal.

Azril pun pesimistis target 17 juta kunjungan wisman dan devisa pariwisata US$17 miliar pada tahun ini dapat tercapai. Dia memperkirakan wisman hingga akhir tahun ini berada dikisaran 15 juta hingga 16 juta kunjungan. 

Di sisi lain, Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Asnawi Bahar berpendapat, munculnya destinasi wisata baru seperti Hainan di China yang meniru Bali membuat wisman yang tadinya ke Indonesia lebih memilih berwisata ke sana. 

"Ini yang harus bener-bener diperhatikan pemerintah. Hainan China seperti Bali di sana, banyak yang datang ke sana. Ini jadi peringatan bagi pemerintah agar kunjungan wisman tak turun," ucapnya. 

Secara terpisah, Menteri Pariwisata Arief Yahya masih berpandangan penurunan kunjungan wisman ke Indonesia semata-mata disebabkan oleh bencana yang terjadi yakni Gunung Agung di Bali dan gempa di Lombok. 

"Lombok kehilangan 300.000 kunjungan wisman dalam waktu 3 bulan. Kami berharap Asian Paragames dan rapat tahunan IMF/World Bank mampu mendatangkan wisman," ujarnya. 

Menurut perhitungannya, hingga akhir tahun ini akan ada 16,5 juta wisman dari target 17 juta sehingga masih ada kekurangan 500.000 wisatawan.  Angka tersebut berasal dari realisasi  kedatangan wisatawan mancanegara sebanyak 9 juta pada  periode Januari—Juli ditambah dengan asumsi kedatangan wisman sebanyak 7,5 juta hingga lima bulan terakhir 2018

Untuk memenuhi target itu, Kemenpar akan melakukan roadshow menarik kunjungan wisman di Singapura, China, dan India. Terkait dengan devisa pariwisata, hingga Juli 2018 telah tercapai US$9 miliar.

"Kami yakin dapat tercapai karena sampai dengan Juli kami peroleh US$9 miliar, sisa waktu ini bisa kami capai. Dari IMF/World Bank kami perkirakan bisa capai Rp1 triliun dari spending peserta rapat," kata Arief. 

Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Rizki Handayani Mustafa menambahkan meski terjadi penurunan kunjungan wisman, pihaknya tak khawatir akan berdampak pada spending wisman.

"Kalau dari total sebenarnya tidak. Karena rerata pengeluaran itu diambil dari rerata pengeluaran dengan jumlah kunjungan. Dengan total kunjungan wisman meningkat dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama. Tentunya hasilnya [devisa] tidak berkurang. Kuncinya peningkatan spending," tuturnya.

 

 

Realisasi Kunjungan Wisman

--------------------------------------------------

Tahun             Jumlah (juta kunjungan)

--------------------------------------------------

2014                9,44

2015                10,41

2016                11,52

2017                14,04 

Jan-Ags 2018  10,58

--------------------------------------------------

 

Realisasi Devisa Pariwisata

--------------------------------------------------

Tahun             Jumlah (miliar US$)

--------------------------------------------------

2014                10,69

2015                12,22

2016                13,50

2017                15 

Jan-Ags 2018  9

--------------------------------------------------

 

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia, diolah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper