Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Manufaktur PMI Melambat pada September 2018

Indeks Manufaktur Indonesia kembali turun ke tingkat 50,7 pada September. Capaian ini lebih rendah dbandingkan dengan bulan sebelumnya menyentuh rekor tertinggi 26 bulan pada Agustus 2018 sebesar 51,9.
Pekerja menyelesaikan pembuatan gitar listrik di pabrik alat musik Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/3/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A
Pekerja menyelesaikan pembuatan gitar listrik di pabrik alat musik Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/3/2018)./ANTARA-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA -- Indeks Manufaktur Indonesia kembali turun ke tingkat 50,7 pada September. Capaian ini lebih rendah dbandingkan dengan bulan sebelumnya menyentuh rekor tertinggi 26 bulan pada Agustus 2018 sebesar 51,9.

Aashna Dodhia, Ekonom di HIS Markit menuturkan pelemahan Purchasing Managers Index menunjukan sektor manufaktur Indonesia kehilangan momentum pertumbuhan.

Pelemahan terlihat dari rendahnya ekspektasi tingkat produksi, peningkatan permintaan produk dari pasar hingga terciptanya lapangan pekerjaan baru.

“Harga jual produk mengisyaratkan tanda-tanda peringatan, di tengah laporan pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Biaya melonjak tajam sejak September 2015,” kata Dodhia dalam keterangan tertulis, Senin (1/10/2018).

Dia mengatakan saat ini perusahaan cenderung memangkas marjin untuk menjaga permintaan pasar. Meski begitu, agar dapat tumbuh stabil dan sehat ke depannya para responden meningkatkan inisiatif pemasaran termasuk diversifikasi produk.

Purchasing Managers Index (PMI) merupakan survei rutin yang diselenggarakan oleh IHS Markit. Survei ini diselenggarakan dengan narasumber para manajer pengadaan untuk melihat tingkat optimisme bisnis ke depan.

Angka 50 menunjukan tidak terjadi pertumbuhan. Angka lebih rendah dari 50 menunjkukan penurunan yang terjadi dalam industri. Sementara jika diatas 50 terjadi pertumbuhan. Dengan capaian indeks September sedikit di atas 50, artinya manufaktur Indonesia hanya tumbuh dengan marginal.

Survei juga menunjukan permintaan pasar ekspor juga lebih redah dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Pelemahan permintaan ekspor dirasakan semenjak akhir kuartal ketiga.

Saat yang sama, tekanan terjadi bagi industri karena biaya produksi melojak. Penyebab utamanya tekanan nilai tukar yang membuat harga bahan baku ikut terkerek naik.

Untuk menekan kerugian sebagian perusahaan telah menaikan harga jual mereka. Perusahaan juga dilaporkan memangkas persediaan bahan baku sebagai antisipasi. Tingkat persediaan di September menyerupai keyakinan pada Maret 2018 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Maftuh Ihsan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper