Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

10 Komoditas Pertanian Bakal Ditekan Impornya pada 2019, Realistiskah?

Target pengendalian volume impor sejumlah produk pertanian pada 2019 dianggap tidak realistis lantaran masih besarnya kebutuhan dalam negeri terhadap komoditas-komoditas yang akan dikurangi impornya.
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto
Buruh memanen tebu untuk dikirim ke pabrik gula di Ngawi, Jawa Timur, Selasa (8/8)./ANTARA-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, JAKARTA — Target pengendalian volume impor sejumlah produk pertanian pada 2019 dianggap tidak realistis lantaran masih besarnya kebutuhan dalam negeri terhadap komoditas-komoditas yang akan dikurangi impornya.

Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahan Pangan (BKP) menargetkan pada 2019, volume impor produk daging sapi, gula tebu, susu sapi, kapas, kedelai, bawang putih, ubi kayu, gandum dan kacang tanah akan mengalami penurunan. (Lihat grafis)

Penurunan impor pada tahun depan tersebut diyakini akan mampu menghemat devisa untuk impor sejumlah Rp191,12 triliun.  

Pemerhati pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menilai, upaya pemerintah—dalam hal ini Kementerian Pertanian—untuk mengurangi impor sangat sulit dilakukan. Pasalnya, terdapat sejumlah komoditas yang tidak memiliki produk substitusi di dalam negeri.  

“Seperti gandum, yang memang kita tidak produksi banyak. Sementara itu, kebutuhan industri masih besar dan tidak ada mandatori dari pemerintah yang meminta industri dalam negeri menggantinya gandum ke tepung mocaf atau pati,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (25/9/2018).

Di sisi lain, dia jmelihat adanya kebijakan kontradiktif yang diambil oleh pemerintah terutama dalam hal pelonggaran impor sejumlah produk pertanian strategis. Salah satunya di sektor persusuan, setelah Indonesia kalah dari tuntutan Amerika Serikat di Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) untuk melonggarkan ketentuan impor produ hortikultura.

Seperti diketahui, impor susu dilonggarkan mulai Juli 2018 setelah adanya revisi Permentan No.26/2017 menjadi Permentan No.30/2018 dan Permentan No.33/2018 tentang Penyediaan dan Pembelian Susu.

Revisi aturan prinsip dasarnya menghilangkan kemitraan perusahaan susu dengan peternak lokal sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi impor.

“Dengan adanya kebijakan tersebut, daya saing produsen susu lokal menjadi tertekan. Dampaknya produksi akan turun karena daya tawar produsen susu dalam negeri berkurang,” lanjutnya.

Hal serupa, menurutnya terjadi di komoditas kedelai, kapas dan daging sapi. Ketergantungan impor dan terbatasnya pasokan dalam negeri membuat konsumsi komodistas tersebut sulit untuk berubah secara drastis.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Pangan Strategis Juan Permata Adoe berpendapat, pemerintah tidak bisa serta merta mengurangi volume impor terhadap komoditas yang masih rendah pasokannya di dalam negeri.

“Meskipun masih proyeksi, harus dilihat pula dari sisi kebutuhan dalam negeri dan pasokannya.  Daging sapi, susu, gandum dan kapas masih sulit untuk ditekan secara mendalam impornya. Meskipun ada klaim produksi nasional naik, tetapi berapa? apakah cukup untuk konsumsi domestik?” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan impor selama ini dilakukan demi mencukup kebutuhan dalam negeri dan mengendalikan harga. Apabila tidak terdapat produk substitusi yang mumpuni, maka konsumen akan sulit beralih dan berakibat pada inflasi yang tak terkendali.

PROGRAM PENUNJANG

Kepala BKP Agung Hendriadi berujar, proyeksi tersebut diambil setelah meningkatnya sejumlah program penunjang ketahanan pangan nasional  tahun ini.

Beberapa program dan kebijakan itu, di antaranya adalah percepatan produksi dan penambahan benih, infrastruktur pertanian seperti embung dan irigasi yang meningkat dan upaya memacu swasembada pangan di sejumlah komoditas.

“Selain itu, investasi sektor pertanian juga terus bertambah, seperti di sektor gula dan daging sapi. Jadi proyeksi penurunan impor komoditas itu, didukung pula oleh investasi yang meningkat di sektor pangan strategis,” katanya.

Dia juga mencontohkan, keberhasilan pemerintah dalam menekan impor bawang putih, setelah  munculnya kebijakan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih pada 2017, yang mewajibkan importir menanam bawang putih di dalam negeri.

Alhasil selama Januari—Agustus 2018, impor komoditas itu turun menjadi 269,11 juta ton dari periode yang sama tahun lalu sebesar 313,20 juta ton.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, penurunan impor sejumlah produk komoditas pangan tersebut dapat terjadi pada tahun depan.

Terutama setelah berkaca pada data impor sejumlah produk pertanian Januari-Agustus secara year on year (yoy) seperti susu, bawang putih, gula tebu dan kedelai yang mengalami penurunan.

“Tetapi kan harus dilihat juga kondisi tahun depan bagaimana. Lalu, industri dalam negeri apakah sudah cukup. Kita kan impor Karena butuh dan ada rekomendasi kebutuhan di dalam negeri,” paparnya.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring meragukan adanya potensi penurunan impor daging sapi hingga 153.000 ton pada 2019, seperti yang diproyeksikan BKP.

“Kebutuhan dalam negeri tahun ini diperkirakan sampai 660.000 ton, padahal produksi dalam negeri hanya sekitar 403.000 ton. Dengan asumsi meningkatnya daya beli masyarakat, mana mungkin kebutuhan turun? Bahkan tahun ini ada rekomendasi izin impor sampai 60.000 ton,” katanya .

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Loppies mengatakan, impor gandum cukup sulit untuk turun hingga 5,41 juta ton seperti proyeksi BKP pada tahun depan. Terlebih Indonesia menurutnya telah menjadi sentra utama produksi bahan produk olahan berbasis tepung terigu di Asia Tenggara.

“Target itu bisa terlaksana kalau  ada insentif seperti tepung terigu yang bahan bakunya gandumnya dicampur dengan ubi, pajak pertambahan nilainya (PPn) dibebaskan.  Supaya harga di konsumen bisa lebih murah,”  jelasnya.

Dia melanjutkan, selama tidak ada insentif  seperti penghapusan PPn, maka produsen akan tetap memproduksi tepung terigu dengan bahan baku gandum murni. Pasalnya, konsumen lebih meminati produk dari tepung terigu murni.

Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan mengatakan, perubahan konsumsi kedelai impor masih belum akan berubah pada tahun depan yakni 2,7 ton. Sebab, untuk memproduksi produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe, kedelai yang diproduksi dalam negeri dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi. 

 

Perkembangan Impor Produk Pertanian

-----------------------------------------------------

Tahun              Nilai impor (miliar US$)

-----------------------------------------------------

2012                7,69

2013                7,99

2014                8,69

2015                7,16

2016                7,41

2017                N/A

-----------------------------------------------------

Sumber: BPS, Kementerian Perindustrian, diolah

 

Proyeksi Impor Produk Pertanian 2019

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Komoditas      Pengurangan Impor (juta ton)         Potensi Penghematan Devisa (Rp triliun)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Daging sapi     0,15                                                     14,84

Gula tebu        2,32                                                     28,53

Susu sapi         0,16                                                     11,49

Kapas              0,38                                                     33,47

Bawang putih  0,25                                                     35,32

Kedelai            3,47                                                     6,19

Ubi kayu         0,14                                                     0,13

Gandum          5,41                                                     20,58

Sagu                N/A                                                     N/A

Kacang tanah  0,17                                                     40,57

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Kementerian Pertanian, 2018

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper