Berjuang Merealisasikan Nawacita Di Pelabuhan Marunda

Sebagai pemegang konsesi pengelolaan Pelabuhan Marunda, PT Karya Citra Nusantara (KCN) merupakan simpul realisasi kebijakan Nawacita sebagaimana digulirkan Pemerintahan Joko Widodo.
 Kendaraan dan alat berat tampak dari gerbang KCN Marunda (rancangan gerbang terbaru). Pembangunan untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional ini terus dilakukan. Hingga saat ini KCN baru mengoperasikan Pier I sepanjang 800 meter dari tiga Pier yang direncanakan total 5.350 meter.
Kendaraan dan alat berat tampak dari gerbang KCN Marunda (rancangan gerbang terbaru). Pembangunan untuk meningkatkan kapasitas pelabuhan yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional ini terus dilakukan. Hingga saat ini KCN baru mengoperasikan Pier I sepanjang 800 meter dari tiga Pier yang direncanakan total 5.350 meter.

Sebagai pemegang konsesi pengelolaan Pelabuhan Marunda, PT Karya Citra Nusantara (KCN) merupakan simpul realisasi kebijakan Nawacita sebagaimana digulirkan Pemerintahan Joko Widodo. Keberadaan KCN di Marunda, salah satunya berperan mengurangi beban pemerintah menghadirkan infrastruktur laut sebagai penopang logistik nasional.

Terpilihnya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakilnya tidak mewarisi kondisi perekonomian yang positif. Pada 2014, dari berbagai sisi kondisi perekonomian nasional tengah mengalami kelesuan.

Selama periode pemerintahan sebelumnya, perekonomian mendapat berkah dari motor pertumbuhan, sektor komoditas dan pertambangan. Sejalan dengan kondisi global, komoditas yang ditopang kelapa sawit serta pertambangan yang mengandalkan batu bara, perlahan meredup.

Sektor manufaktur masih lemah. Pasar dalam negeri dibanjiri banyak produk impor. Sektor pertanian maupun hortikultura lainnya kian susut. 

Alhasil, sewaktu menjejak Istana Merdeka untuk kali pertama, Jokowi berhadapan dengan dinamika politik yang belum terkendali, dan pondasi perekonomian yang tak baik.

Di tengah situasi demikian, Jokowi menetapkan bahwa pemerintah telah menyusun visi ke depan, berupa Nawacita. Janji politik itupun menjadi tiang-tiang penyangga kebijakan pemerintah, meliputi segala aspek.

Lewat Nawacita atau sembilan cita tersebut, Jokowi menggelar karpet pembangunan. Berarti pula, Nawacita harus senantiasa dapat diteropong melalui indikator-indikator pembangunan seperti kemiskinan, ketimpangan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi.

Dari kesemua butir tujuan Nawacita, salah satu tugas berat pemerintah adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di Pasar Internasional. Selain itu, terdapat pekerjaan lain untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Sebab, guna menyasar tujuan tersebut, pemerintah senantiasa berhadapan dengan persoalan klise, yaitu ekonomi biaya tinggi. Jalur pendakian mencapai tujuan pun dirintis melalui berbagai proyek pembangunan infrastruktur.

Sebagaimana diketahui, pembangunan infrastruktur telah menelan dana triliunan rupiah. Meski demikan, belum semua infrastruktur strategis bisa dipenuhi.

Salah satu indikator imbas pembangunan infrastruktur yang tepat guna yaitu biaya logistik yang semestinya bisa dipangkas. Berkaca pada  Indeks Performa Logistik atau Logistic Performance Index (LPI) 2018, peringkat Indonesia naik dari posisi 63 ke 46, masih terdapat kendala utama menekan biaya logistik.

Setidaknya persoalan krusial seperti pelabuhan utama Tanjung Priok  senantiasa kewalahan menangani lebih dari separuh aktivitas ekspor impor nasional. Alhasil, LPI membaik bukan berarti penanganan di pelabuhan yang melibatkan banyak instansi mulai dari Bea dan Cukai, BUMN, Kemenhub, hingga Kementan mengalami perbaikan berarti.

Singkatnya, Indonesia masih membutuhkan banyak infrastruktur pelabuhan yang mampu menopang kinerja pelabuhan utama seperti Tanjung Priok. Untuk itu, peran swasta dalam pembangunan infrastruktur laut amat diharapkan.

Hal inipun ditunjukkan pemerintah dengan menerbitkan Paket Kebijakan XV pada 2017. Tujuannya memudahkan para pengusaha industri maritim, agar kelak menekan biaya logistik nasional relatif tinggi di kawasan Asia (24,6% dari PDB, 2014), di mana kontribusi terbesar pembentuk biaya logistik adalah ongkos transportasi yaitu: 72%.

Sasaran paket kebijakan yaitu memudahkan para pengusaha dengan kebijakan antara lain: (i) mengurangi biaya operasional jasa transportasi; (ii) menghilangkan persyaratan perizinan angkutan barang; (iii) meringankan biaya investasi usaha kepelabuhanan; (iv) standarisasi dokumen arus barang dalam negeri; (v) mengembangkan pusat distribusi regional; (vi) kemudahan pengadaan kapal tertentu; dan (vii) mekanisme pengembalian biaya jaminan peti kemas; dan sebagainya.

Kepala Bidang Kelembagaan Logistik Nasional, Kemenko Perekonomian Farah Heliantina mengungkapkan keberadaan infrastruktur laut mutlak digenjot sebagai upaya menekan biaya logistik. Karena itu, pemerintah mempunyai inisiatif jangka pendek hingga jangka panjang guna mengoptimalkan sumber pendanaan bagi kehadiran insfrastruktur laut yang memadai.

Inisiatif itu antara lain, menghadirkan peraturan harus mendukung investasi domestik dan memungkinkan adanya investasi asing untuk masuk namun harus sesuai kebutuhan. “Hal ini untuk menjaga kepentingan nasional,” ujar Farah.

Lebih jauh, Kementerian Perhubungan sebagai salah satu ujung tombak pemerintah dalam menggenjot fungsi infrastruktur transportasi demi mengikis ongkos logistik. Komponen biaya logistik, berdasarkan Pusat Pengkajian dan Rantai Pasok ITB, meliputi biaya transportasi, biaya inventori, dan biaya administrasi.

Dari situ, biaya transportasi mencaplok porsi paling besar. “Karena itu, salah satu upaya Kemenhub yaitu dengan menyediakan aturan, serta memaksimalkan peran operator transportasi, salah satunya di sektor laut, ” tegas Direktur Kepelabuhanan Ditjen Hubla Kementerian Perhubungan M. Tohir.

Pengembangan Kerja Sama

Tohir mengatakan untuk mengejar target perbaikan infrastruktur laut, Kemenhub telah merancang skema kerja sama. “Akselerasi dibutuhkan,” tambahnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No.432/2017 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional, sampai 2037 terdapat 636 pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan laut. Terdapat 132 rencana lokasi pelabuhan, dan 55 terminal baru.

Salah satu upaya mereali­sasi­kan misi tersebut adalah men­dorong investasi swasta, mendorong persaingan, serta menciptakan kerangka kerja hukum dan peraturan yang tepat serta fleksibel. “Salah satu contoh yang telah dilakukan adalah pengembangan Pelabuhan Marunda, konsesi dengan PT KCN, yang masuk dalam proyek strategis nasional,” ungkap  Tohir.

KCN sebagai penopang ­Tanjung Priok telah direntangkan dalam beleid Peraturan Menteri Perhubungan No. 38/2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok. Pemerintah mengharapkan kehadiran KCN sebagai operator pelabuhan umum yang menerima bongkar muat curah, dapat menekan kongesti dan mengurangi kesemrawutan ­Tanjung Priok.

Kehadiran KCN ikut meng­ak­selerasi kinerja Pelabuhan Marunda. Berdasarkan data tahun lalu, total kunjungan dan volume barang yang ditangani Pelabuhan Marunda telah me­nembus 33 juta ton, dan terdapat tidak kurang 300 call tiap bulan.

Kinerja itupun dengan catatan bahwa KCN baru mengoperasi­kan Pier I sepanjang 800 meter (Pier I), dari total tiga dermaga (Pier I, Pier II, Pier III) yang akan beroperasi sepanjang 5.350 meter ditambah supporting area 100 hektar.

Dengan dasar hitungan kontribusi yang telah negara terima dari KCN pada 2016-2017, total potensi kontribusi KCN apabila seluruh dermaga Pier I, Pier II dan Pier III beroperasi mencapai Rp200 miliar per tahun.

Direktur Utama KCN Widodo Setiadi mengungkapkan konsesi KCN merupakan salah satu wujud kemitraan strategis antara swasta dan pemerintah. KCN adalah perusahaan patungan antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Tekhnik Utama atau KTU.

Keduanya menyepakati pembentukan perusahaan patungan. KBN menyetor modal berupa goodwill bibir pantai dari Sungai Blencong, Marunda hingga Cakung Drain, sedangkan KTU menggelontorkan dana pem­bangungan dermaga, dari Pier I, II, dan III.

Setidaknya, kehadiran KCN selaku pelabuhan umum yang bisa menangani barang curah bisa mengurangi beban Tanjung Priok. Dengan begitu, kema­cetan di sektor laut bisa terurai, daya saing global bisa digapai sebagaimana Nawacita titipkan.

Namun sayangnya, hingga kini posisi KCN belum optimal berjalan. Pasalnya, KBN selaku pemilik saham menggugat ­­kon­sesi dan mengklaim kepemilikkan seluruh aset.

Putusan PN Jakarta Utara pada 9 Agustus telah meloloskan gugatan tersebut. Akan tetapi, KCN dan Kemenhub mengajukan banding, sehingga putusan tersebut belum inkrah.

“Dalam kasus KCN, investor swasta mau membantu program pemerintah malah dirugikan, dipolitisasi, ini preseden buruk buat investasi maritim,” tukas Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : MediaDigital
Editor : MediaDigital

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper