Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh, Isu Ini Tekan Pasar Minuman Berenergi

Isu kesehatan menekan permintaan minuman berenergi di Indonesia.
Minuman berenergi/Istimewa
Minuman berenergi/Istimewa

Bisnis.com, SUKABUMI—Isu kesehatan menekan permintaan minuman berenergi di Indonesia.

David Thomas, Marketing Director PT Asiasejahtera Perdana Pharmaceutical, menuturkan pasar minuman berenergi turun rata-rata 5% dalam 3 tahun terakhir di Indonesia.

Dia menyebutkan saat ini beragam isu negatif menangkupi produk minuman bernergi sehingga membuat pertumbuhan bisnis tidak terlalu besar.

Isu itu mulai dari membuat jantung berdetak lebih kencang hingga menimbulkan ketergantungan. Padahal produk ini telah dinyatakan aman dan layak konsumsi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Berdasarkan research jumlah market mencapai 20 juta botol per bulan. Ini sebenarnya lebih besar. [Market share produk kami Kratingdaeng] 65% untuk minuman berenergi," kata David di sela factory tour di Sukabumi, Rabu (19/9/2018).

Asiasejahtera Perdana Pharmaceutical  merupakan distributor Kratingdaeng di Indonesia. Sementara untuk produksi, dilakukan semenjak 1997 oleh PT Asia Health Energi Beverages.

Saat ini, manufaktur perusahaan di Sukabumi menghasilkan 1 juta botol kemasan 150 mililiter per hari atau rata-rata 25 juta botol per bulan.

Jumlah ini masih dapat dipacu, karena alat pengolahan air baku milik perusahaan ketika didirikan pada 1996 mampu mengolah hingga 50.000 liter per jam setara 1,2 juta liter per hari. Kapasitas pengolahan air baku ini jika dikemas setara dengan 8 juta botol per hari.

David menyebutkan saat ini terdapat lebih dari 10 merek di pasar yang memproduksi minuman berenergi.

Untuk memenangkan pasar dalam satu tahun terakhir mereka memulai pemasaran dengan jalur alternatif dengan mendukung olahraga yang dekat dengan milenial seperti e-sport.

Selain itu, pihaknya juga gencar berpromosi di sektor olahraga energi. Pola ini diharapkan dapat menahan perlambatan industri yang terjadi saat ini.

"Ini [promosi jalur alternatif] efeknya belum tahu, baru berjalan 1 tahun. Kami sendiri rata-rata tetap tumbuh 5% per tahun," klaimnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Maftuh Ihsan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper