Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fundamental Ekonomi Indonesia Lebih Baik Dibanding Turki

Pemerintah menolak menyamakan perekonomian Indonesia dengan yang terjadi di Turki karena secara fundamental Indonesia lebih baik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR Jakarta, Rabu (11/7/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR Jakarta, Rabu (11/7/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menolak menyamakan perekonomian Indonesia dengan yang terjadi di Turki karena secara fundamental  Indonesia lebih baik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar tidak menyamakan perekonomian Indonesia dengan Turki. Menurutnya banyak analis yang menyamakan perekonomian nasional dengan Turki padahal secara fundamental ekonomi Indonesia lebih baik.

"Kan poinnya sekarang semua analis melihatnya kepada sisi apa yang menjadi trigger terhadap kekhawatiran dihubungkan dengan situasi yang ada di Turki dan selalu yang muncul dari sisi current account defisit (CAD) di Indonesia," jelasnya di Kantor Kemenkeu, Selasa (14/8/2018).

Menurutnya CAD sebesar 3% itu tidak setinggi waktu tappertantrum pada 2015. Namun, pihaknya tetap akan hati-hati dan menjaga supaya CAD ini tidak menjadi sumber kerawanan yang kemudian dijadikan alasan.

Dia merinci indikator ekonomi Indonesia masih lebih baik dari Turki. Perbedaan secara nyata lanjutnya, inflasi di Indonesia masih di rentang 3,5% sementara Turki sudah di atas 15%.

"Growth kita di atas 5%, tetapi kita tidak berhubungan dengan CAD yang setinggi seperti di Turki, dan utang-utang dari sisi forex yang dilakukan oleh swasta maupun perbankan secara keseluruhan termasuk public debt itu masih relatif terawasi. Jadi kita tidak dalam situasi seperti perekonomian yang exposure-nya terhadap foreign exchange itu sangat besar," paparnya.

Mantan Direktur Eksekutif Bank Dunia ini menerangkan bahwa usaha-usaha supaya ketergantungan itu berkurang sudah dilakukan sejak 2015.

Dia pun menilai swasta juga sangat memperhatikan terhadap kemungkinan terjadinya tekanan saat meminjam mata uang asing.

"Di perbankan, capital advisory ratio, NPL, dan sumber pendanaan mereka sendiri dan dari sisi kita kementerian keuangan pembiayaan yang berasal dari LN kita selalu hitung secara hati-hati. Kalau umpamanya perekonomian membutuhkan jumlah yang disebut mata uang asing kita akan sesuaikan dengan bagaimana strategi pembiayaan kita," paparnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper