Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI: PPh 0,5 Persen Jadi Momentum UMKM Naik Kelas

Selain untuk keperluan perpajakan, PP No.23/ 2018 (ketentuan PPh 0,5% untuk UMKM) sebenarnya dimaksudkan untuk mendorong dan menjadi momentum UMKM untuk segera naik kelas.
Presiden Joko WIdodo mengajukan pertanyaan kepada warga di sela peluncuran aturan penurunan tarif Pajak Penghasilan Final 0,5 persen bagi UMKM di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (22/6/2018)./ANTARA-Zabur Karuru
Presiden Joko WIdodo mengajukan pertanyaan kepada warga di sela peluncuran aturan penurunan tarif Pajak Penghasilan Final 0,5 persen bagi UMKM di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (22/6/2018)./ANTARA-Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA – Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. UMKM terbukti tidak terpengaruh terhadap krisis dan telah teruji pada saat terjadi krisis ekonomi pada periode 1997–1998.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terlihat bahwa peranan UMKM terus meningkat, baik dari jumlah unit usaha, tenaga kerja yang terserap maupun kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB).

Sampai dengan 2013 UMKM mampu menyerap 114,1 juta tenaga kerja atau sebesar 96,9% dari total tenaga kerja yang bergerak di sektor UMKM maupun usaha besar. Jumlah pelaku UMKM mencapai 57,9 juta atau 99,9% dari total unit usaha. Kontribusi pada PDB meningkat dari 59,8% pada 2012 menjadi 60,34% pada tahun berikutnya.

Bertolak dari data di atas dan melalui serangkaian langkah-langkah strategis pemberdayaan UMKM, usaha ekonomi kreatif ini diupayakan terus menguat, tumbuh, profesional, dan akuntabel. Efektif mulai 1 Juli 2018 pemerintah mereformasi aturan perpajakan yang terkait dengan UMKM melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018. Selain untuk keperluan perpajakan, beleid anyar tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk mendorong dan menjadi momentum UMKM untuk segera naik kelas.

Bagaimana menjelaskannya? Pertama, penurunan tarif PPh UMKM dari semula 1% menjadi 0,5%. Rendahnya tarif PPh adalah insentif yang diharapkan dapat memberi ruang yang cukup bagi UMKM dalam mengelola keterbatasan modal.

Dari laporan World Bank (2007) bisa diketahui bahwa pendanaan merupakan salah satu aspek yang paling penting bagi perusahaan. Penelitian Profil Bisnis UMKM yang dilakukan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dan Bank Indonesia (2016) juga menyebutkan bahwa modal adalah salah satu kendala internal yang harus dihadapi UMKM dalam pengembangan usaha.

Kendala internal lainnya adalah sumber daya manusia (SDM), hukum dan akuntabilitas. Seperti diketahui UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memberi batasan usaha ekonomi kreatif yang digolongkan sebagai UMKM yaitu yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp10 miliar. Dengan rendahnya pajak yang dibayar diharapkan menggairahkan dunia usaha dan memunculkan UMKM baru.

Kedua, PPh 23 Tahun 2018 membatasi jangka waktu penerapan tarif PPh yang bersifat final 0,5%. Jangka waktu dimaksud paling lama 7 (tujuh) tahun pajak bagi wajib pajak orang pribadi, 4 (empat) tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer atau firma, dan 3 (tiga) tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

Pembatasan ditujukan sebagai masa pembelajaran bagi wajib pajak dan pendorong untuk dapat menyelenggarakan pembukuan secara tertib sebelum dikenai PPh dengan rezim umum.

Sangat disadari bahwa pada umumnya UMKM memang belum dapat memisahkan antara uang untuk operasional rumah tangga dan usaha, karena masih dikelola secara manual dan tradisional serta belum mempunyai sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik.

Kondisi demikian memicu persoalan akuntabilitas dan transparansi. Kinerja usaha menjadi sulit dinilai, yang akhirnya menyulitkan pengelola mengambil keputusan bisnis yang tepat. Masalah akuntabilitas juga menjadi salah satu penyebab belum optimalnya jumlah UMKM yang mendapat akses pada pembiayaan perbankan.

Penelitian LPPI dan Bank Indonesia (2016) menyebutkan bahwa sekitar 70% UMKM belum memiliki akses pembiayaan perbankan. Baas dan Schooten (2006) menyatakan bahwa rata-rata mayoritas pebisnis skala UMKM tidak mampu memberikan informasi akuntansi yang terkait dengan kondisi usahanya, sehingga membuat informasi tersebut menjadi lebih mahal bagi perbankan.

Kendala utama yang dihadapi sektor UMKM adalah tidak memadainya kemampuan SDM untuk menyelenggarakan pembukuan. Dalam kaitan itu Satyo (2005) mengidentifikasi pula bahwa rendahnya penyusunan laporan keuangan disebabkan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan bagi UMKM.

Sebagai respon terhadap persoalan ini, pada 2017 Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bekerja sama dengan Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN) telah meluncurkan aplikasi pembukuan sederhana bagi UMKM. Aplikasi berbasis android bernama Akuntansi UKM-Money Manager tersebut dapat dimanfaatkan secara gratis melalui smartphone.

Sejalan dengan inklusi keuangan, Bank Indonesia juga telah menyiapkan aplikasi serupa yaitu Sistem Aplikasi Keuangan (Si Apik).

Peran Ditjen Pajak

Tugas utama sebuah institusi perpajakan adalah mengadministrasikan berbagai jenis pajak dan memastikan peraturan perpajakan diimplementasikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Perpajakan. Tiga fungsi Ditjen Pajak yang dilakukan dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas utama yaitu pelayanan (tax service), termasuk di dalamnya penyuluhan (dissemination), pengawasan (supervision) dan penegakan hukum (law enforcement) secara optimal.

Tarjo dan Kusumawati (2006) menggarisbawahi bahwa jika ketiga fungsi ini dapat berjalan dengan baik maka hasilnya dapat meningkatkan tax coverage ratio dan sekaligus meningkatkan penerimaan pajak.

Oleh karena itu, sejak 2017 Ditjen Pajak melakukan kegiatan pembinaan, edukasi dan penyuluhan dengan konsep baru yang populer dengan nama Business Development Service (BDS).

Konsep BDS menawarkan metoda penyuluhan yang baru dengan mengombinasikan antara materi perpajakan dengan materi yang dibutuhkan para pelaku usaha UMKM dalam pengembangan usaha. Salah satunya berupa pelatihan dan asistensi penyelenggaraan pembukuan secara sederhana bagi UMKM dengan menggunakan aplikasi pembukuan berbasis android seperti disebut diatas. Dalam prakteknya pelatihan dilakukan bekerja sama dengan perbankan, Dinas Koperasi dan UMKM, lembaga pengembangan usaha maupun kalangan perguruan tinggi.

Di masa datang tentu saja kita berharap program penyuluhan melalui konsep BDS dengan materi pembukuan bagi UMKM semakin masif dilakukan oleh Ditjen Pajak, sehingga tenggat waktu untuk proses pembelajaran sebagaimana dimaksudkan dalam PP 23 dapat mencapai hasil yang optimal.

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa (7/8/2018)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper