Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Pengenaan Cukai Plastik Terancam Gagal

Bisnis.com, JAKARTA Nasib pengenaan plastik sebagai barang kena cukai (BKC) kian tak menentu. Pasalnya sampai dengan akhir Juli 2018, pemerintah belum juga berhasil mengikis ego sektoral antarkementerian teknis.
Limbah plastik/Reuters
Limbah plastik/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA –   Nasib pengenaan plastik sebagai barang kena cukai (BKC) kian tak menentu. Pasalnya sampai dengan akhir Juli 2018, pemerintah belum juga berhasil mengikis ego sektoral antarkementerian teknis.

Padahal, selain telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pengenaan cukai plastik juga sangat erat kaitannya dengan upaya pemerintah untuk mengontrol limbah plastik yang  merusak lingkungan.

"[Cukai plastik] belum ada kata sepakat dengan kementerian lain," kata Plh. Direktur Fasilitas dan Teknis Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nugroho Wahyu Widodo kepada Bisnis, Senin (30/7/2018).

Pengenaan cukai plastik merupakan salah satu strategi ekstensifikasi Ditjen Bea dan Cukai. Langkah ini juga dimaksudkan guna mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap cukai hasil tembakau (CHT). Dalam APBN 2018, pemerintah telah mematok penerimaan dari pengenaan cukai plastik senilai Rp500 miliar.

"Jadi ekstensifikasinya masih mengenakan cukai vape," ungkapnya. 

Adapun jika dilihat berdasarkan strukturnya, struktur penerimaan cukai Indonesia tergolong paling minim yakni hanya memiliki tiga barang kena cukai yakni cukai rokok, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA).

Padahal, di beberapa negara jumlah BKC bisa lebih dari tiga jenis bahkan ada yang mencapai 20-an. Finlandia misalnya 16 jenis BKC, Prancis 14 jenis BKC, Jerman 13 jenis BKC, Jepang 24 jenis BKC, Korsel 18 jenis BKC, Malaysia 14 jenis BKC, Singapura 33 jenis BKC, dan India 28 jenis. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper