Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Panen Dukungan Importir AS untuk Pertahankan GSP

Indonesia diyakini memiliki modal yang kuat untuk bisa mempertahankan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), setelah mendapatkan dukungan dari para importir Amerika Serikat.
 Aktivitas bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (6/3)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Aktivitas bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (6/3)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia diyakini memiliki modal yang kuat untuk bisa mempertahankan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), setelah mendapatkan dukungan dari para importir Amerika Serikat.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim telah menggalang dukungan dari importir Negeri Paman Sam untuk melobi Washington, sebagai upaya mengamankan akses pasar produk RI di Negeri Paman Sam.

Di sela-sela kunjungannya ke AS untuk negosiasi eligibilitas GSP pekan ini, Enggar mengajak para importir komoditas Indonesia di AS untuk turut mencari solusi atas peninjauan ulang GSP serta masalah kenaikan impor baja dan aluminium dari Tanah Air.

“Indonesia berharap hasil [peninjauan ulang GSP] tidak mengganggu ekspor Indonesia ke AS dan tidak memberi dampak pada industri domestik AS, yang selama ini memanfaatkan skema GSP,” ujarnya, dikutip dari keterangan resmi Kemendag, Selasa (24/7).

Menurutnya, industri kelas menengah AS membutuhkan skema GSP untuk menunjang bisnis mereka. Jika GSP untuk Indonesia dicabut, para importir produk RI di AS akan kesulitan memasok bahan baku yang pada akhirnya bisa mengganggu pertumbuhan industri domestik AS.

Seperti diketahui, produk Indonesia yang masuk ke dalam daftar komoditas penerima GSP a.l. ban karet, perlengkapan perkabelan kendaraan, emas, asam lemak, perhiasan logam, aluminium, sarung tangan, peralatan musik, pengeras suara, keyboard, dan baterai. (Bisnis, 24/7)

Untuk itu, Mendag berupaya melobi otoritas perdagangan AS agar mau menurunkan bea masuk baja (25%) dan aluminium (10%). Upaya itu diapresiasi oleh para produsen baja Tanah Air.

Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro mengatakan jika bea impor AS diturunkan, hal itu akan menjadi insentif menarik bagi industri besi dan baja dalam negeri.

“Meskipun aktivitas ekspor baja dan aluminium Indonesia [ke AS] relatif terbatas, tetapi kebijakan itu [jika bea masuk baja dan aluminium dihapuskan] akan membuat pangsa pasar produk baja dan aluminium semakin luas,” tuturnya.

Dia memaparkan ekspor produk besi baja ke AS pada 2017 bernilai US$112,7 juta atau hanya 0,3% pangsa pasar AS. Menurutnya, nilai yang sedikit itu disebabkan oleh penerapan bea masuk antidumping dan countervailing duty yang telah berlangsung cukup lama.

Sementara itu, ekspor aluminium ke AS tahun lalu tercatat sejumlah US$212 juta dan pangsa pasarnya mencapai 1,2%. Bagi Indonesia, nilai ekspor tersebut berkontribusi terhadap 50% ekspor aluminium Indonesia ke dunia.

PERKUAT POSISI

Di sisi lain, Direktur CORE Indonesia Mohammad Faisal berpendapat dukungan yang diperoleh dari para importir AS tersebut akan semakin memperkuat posisi tawar Indonesia ketika menjalani proses peninjauan ulang GSP oleh United States Trade Representative (USTR).

Terlebih, lanjutnya, fasilitas GSP sangat dibutuhkan di tengah melempemnya kinerja ekspor Indonesia. “Dukungan importir AS itu penting untuk membuktikan bahwa produk Indonesia masih sangat dibutuhkan oleh industri di negara tersebut,” ujarnya.

Kendati demikian, dia memperingatkan agar Pemerintah Indonesia tidak bergantung secara terus menerus pada fasilitas GSP. Pasalnya, fasilitas tersebut sangat dipengaruhi oleh kemurahan hati AS, dan bisa dicabut sewaktu-waktu.

Apabila RI ketergantungan manfaat GSP, kekhawatiran terkait dengan proses peninjauan ulang fasilitas tersebut akan terus berulang di masa depan.  Dengan demikian, dia menyarankan lebih baik Indonesia berkonsentrasi menaikkan daya saing produk ekspornya agar mendapat pasar yang lebih luas, selain di AS.

Respons senada diutarakan oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan P. Roeslani. Dia mengapresiasi upaya pemerintah untuk menggalang dukungan dari kalangan importir AS.

“Kami mengapresiasi langkah pemerintah. Di sisi lain, kami pun sudah memiliki optimisme yang tinggi, fasilitas GSP ini akan dapat dipertahankan Indonesia, karena hubungan kedua negara ini sangat baik,” katanya.

Dia mengungkapkan, sebenarnya dorongan untuk mencabut fasilitas GSP bagi Indonesia diteriakkan oleh pelaku industri farmasi di AS. Desakan itu hampir setiap tahun disampaikan ke USTR dan Kementerian Perdagangan AS, lantaran mereka menilai akses pasar ke Indonesia sangat terbatas.

 

Dampak Penurunan Nilai Ekspor RI Akibat Peningkatan Tarif Impor AS

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Komoditas                  Besaran tarif setelah dinaikkan (%)              Penurunan ekspor (%)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aluminium bahan baku           10                                                                    -50,9

Aluminium barang jadi            10                                                                    -45,4

Baja                             25                                                                    -71,0

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

CPO                             25*                                                                  -74,4

Karet alam                   25*                                                                  -74,2

Alas kaki                     25*                                                                  -48,3

Furnitur                        25*                                                                  -74,3

Ikan dan udang                        25*                                                                  -55,2

Minyak dari batu bara  25*                                                                  -88,7

Kerajinan dan perhiasan          25*                                                                  -79,2

Otomotif                      25*                                                                  -69,1

Garmen                                    25*                                                                  -55,2

Tekstil/kain                  25*                                                                  -45,6

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

*) Ket: masih simulasi, kenaikan tarif belum diberlakukan

Sumber: Kemendag, 2018

           

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper