Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Masih Kumpulkan Data Pelaku E-Commerce

Pemerintah berupaya mengumpulkan data e-commerce dari para pelaku untuk dijadikan dasar evaluasi kebijakan dan membentuk kebijakan baru.
Ilustrasi/dphase.com
Ilustrasi/dphase.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan pihaknya tengah berupaya mengumpulkan data e-commerce dari para pelaku. Data ini nantinya akan dijadikan dasar evaluasi kebijakan dan membentuk kebijakan baru.

Deputi IV Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kementerian Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin, mengungkapkan data ini bertujuan mendapatkan profil dasar industri e-commerce.

"Dari data terkumpul sejauh ini, kami melihat pergerakan e-commerce masih terpusat di pulau Jawa, kehadiran penjual dibandingkan dengan pengunjung masih sangat kecil, kurang dari 1%, fashion dan gadget masih menjadi produk terlaris di e-commerce, dan bank transfer menjadi pilihan utama pembayaran," jelasnya kepada Bisnis, Rabu (25/7/2018).

Sementara, sejauh ini pelaksanaan Perpres No.74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik telah menyelesaikan beberapa rencana tindak seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan revisi aturan perpajakan bagi pelaku usaha dengan jumlah peredaran usaha sampai dengan Rp. 4,8 Miliar per tahun.

Pemerintah juga sudah menyiapkan skema pemberian insentif bagi perusahaan modal ventura yang menanamkan modal perusahaan pasangan usaha yang memenuhi kriteria tertentu, termasuk perusahaan e-Commerce.

"Selain itu, dalam waktu dekat RPP Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga akan difinalkan," paparnya.

Pemerintah juga melakukan kerjasama dengan pelaku bukan hanya terkait data. Beberapa K/L juga telah bekerjasama dengan marketplace untuk mendukung UMKM dan produk lokal hadir di platform e-commerce.

Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengestimasikan investasi masuk khusus e-commerce di kisaran US$2 miliar-US$3miliar per tahun, sayangnya prospek ini dinilai tidak ditanggapi serius oleh pemerintah.

Thomas Lembong, Kepala BKPM, mengungkapkan jumlah 4 perusahaan unicorn start up Indonesia setara dengan unicorn asal Uni Eropa. "Ini memperlihatkan bakat kalangan muda kita di sini cocok, masyarakat kita sangat fasih dan nyaman dengan gawai, kreatif dan teknologi," ungkapnya kemarin.

Menurutnya, nilai investasi khusus untuk e-commerce ini setara dengan Rp30 triliun-Rp40 triliun per tahun dan mengambil porsi 20% dari total foreign direct investment (FDI) per tahun.

Thomas melihat sektor ini sebagai motor penggerak perekonomian Indonesia ke depan. Pasalnya, ia memprediksi pertumbuhan sektor e-commerce di kisaran 20%-25% per tahun, sementara pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 5% per tahun.

"Ini yang diincar investor dan membanjiri sektor ini dengan modal internasional, ini pasar yang besar," imbuhnya.

Dia mengungkapkan saat ini pemerintah memang mulai menggeser fokus pertumbuhan terutama investasi ke sektor pariwisata dan jasa. Sebab, jika terus bergantung pada sektor komoditas dan SDA, fluktuasinya tidak teratur.

Ekonom Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengungkapkan peran pemerintah dalam mengembangkan e-commerce belum optimal. Menurutnya saat ini e-commerce masih tumbuh secara natural tanpa intervensi kebijakan pemerintah.

"Hal yang paling dasar adalah penyediaan infrastruktur internet sampai ke desa. Penetrasi internet kita masih timpang. Jawa bisa 65% penetrasi internet aktif, daerah luar jawa rata-rata di bawah 15%," ungkapanya kepada Bisnis.

Berdasarkan penelitian Indef investasi di sektor e-commerce sebesar US$4,8 miliar pada 2017, memberikan manfaat pertumbuhan output sebesar 0,712%.

"Jumlah pembeli daring diperkirakan meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2015, yakni sebesar 22,2 juta pembeli menjadi 38,34 juta pembeli daring pada 2021," ungkapnya kepada Bisnis.

Indef pun memprediksi nilai penjualan transaksi daring meningkat 300% dibandingkan dengan 2015, yaitu US$4,61 miliar menjadi US$11,32 miliar.

Artinya, pasar transaksi daring di Indonesia masih sangat potensial menjanjikan keuntungan beberapa tahun mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper