Bisnis.com, JAKARTA - Defisit neraca perdagangan Indonesia-Australia pada kuartal I/2018 sebesar mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama pada 2017.
Kementerian Perdagangan Indonesia melaporkan, defisit neraca perdagangan pada Januari-Mei 2018 mencapai US$757,9 juta atau turun 3,7% dari periode yang sama pada 2017 yang mencapai US$787 juta.
Atase Perdagangan Canberra Nurimansyah mengatakan, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kinerja ekspor Indonesia ke Australia pada triwulan I/2018 yang meningkat sebesar 13,1% secara year on year (yoy). Adapun, peningkatan ekspor tersebut berasal dari kenaikan di sektor nonmigas sebesar 15,2% dan sektor migas sebesar 5,7%.
“Nilai ekspor Indonesia ke Australia sebesar US$667,8 juta pada triwulan I/2018, terjadi peningkatan Kontribusi sektor nonmigas periode periode tersebut mencapai US$533,7 juta dan sektor migas US$134,1 juta,” ujar Nurimansyah, Rabu (11/7).
Sementara itu, peningkatan ekspor nonmigas Indonesia pada triwulan I/2018 ditopang oleh ekspor sektor manufaktur, yang meningkat hingga 18,7% menjadi US$399,3 juta dari US$336,3 juta pada periode yang sama pada 2017. Selain itu ekspor sektor industri primer tercatat mengalami kenaikan 6,9% menjadi US$120,7 juta dari US$112,9 juta.
“Sektor manufaktur didorong oleh tumbuhnya beberapa komoditas yaitu elektronik, plastik dan produk plastik, produk logam, mesin-mesin, produk kayu, dan produk karet dengan peningkatan nilai ekspor lebih dari 10%,” lanjutnya.
Nurimansyah melanjutkan, untuk produk tekstil, ekspornya pada kuartal I/2018 juga naik hingga 8% menjadi US$60,1 juta dari US$55,5 juta. Secara kumulatif, tren ekspor sektor tersebut selama lima tahun terakhir tumbuh positif hingga 7,6%.
Dia menyebutkan, tekstil adalah komoditas ekspor manufaktur Indonesia dengan pangsa pasar terbesar di Australia, mencapai 10,7%.
Sementara itu, peningkatan ekspor sektor industri primer didorong oleh peningkatan nilai ekspor pada komoditas kayu olahan, makanan olahan, logam dasar, dan logam mulia dengan pertumbuhan lebih dari 13%. Pertumbuhan ekspor tertinggi terjadi pada logam dasar yang naik 75,2%.
Di sisi lain, ekspor sektor komoditas primer turun, tetapii masih berkontribusi terhadap nilai ekspor nonmigas yang positif. Bahkan terdapat kenaikan ekspor mutiara 59,3% dan komoditas perikanan lainnya sebesar 3,6%. Tren kedua komoditas tersebut dalam lima tahun terakhir meningkat di atas 10%.
Nurimansyah menegaskan bawah Indonesia dan Australia masih terus berusaha mengembangkan kemitraan ekonomi yang lebih erat. Saat ini, kedua negara masih menyelesaikan perundingan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel