Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyek Segmen Menengah dan Bawah Prospektif

Kinerja penjualan properti segmen menengah bawah dinilai lebih baik ketimbang proyek segmen menengah atas. Dengan demikian diperkirakan, akan lebih banyak proyek yang masuk ke pasar dengan segmentasi menengah bawah.
Foto udara Lanskap gedung perkantoran dan apartemen (rumah susun vertikal) menggunakan Helikopter Super Puma NAS-332 milik Skuadron 45 TNI AU di salah satu sudut kota Jakarta, Kamis (18/6/15)./Antara
Foto udara Lanskap gedung perkantoran dan apartemen (rumah susun vertikal) menggunakan Helikopter Super Puma NAS-332 milik Skuadron 45 TNI AU di salah satu sudut kota Jakarta, Kamis (18/6/15)./Antara

Bisnis.com ,JAKARTA—Kinerja penjualan properti segmen menengah bawah dinilai lebih baik ketimbang proyek segmen menengah atas. Dengan demikian diperkirakan, akan lebih banyak proyek yang masuk ke pasar dengan segmentasi menengah bawah.

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto mengatakan isu daya beli dan faktor sentimen negatif masih “menghantui” pasar apartemen hingga semester I/2018.

Dia menjelaskan dengan relaksasi LTV yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan membantu pembelian di segmen menengah bawah. Akan tetapi bagi segmen menengah atas problemnya adalah sentimen negatif, mereka masih melihat yield belum besar serta pasar sewa yang belum hidup. Selain itu juga problem pajak.

“Secara keseluruhan pasar apartemen kelas menengah-bawah juga mencatatkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kelas menengah-atas dan kelas atas. Kami pun melihat dalam beberapa waktu ke depan akan banyak bermunculan proyek kelas menengah-bawah di Jakarta,” ujarnya dikutip Senin (9/7/2018).

Ferry menilai kebijakan relaksasi LTV yang dilakukan BI akan berdampak positif terhadap sektor properti, walaupun tidak signifikan terutama untuk pasar apartemen. Sebab sejalan dengan temuan survey REI DKI Jakarta masalah pajak, perizinan, dan tingkat suku bunga masih menjadi yang paling berpengaruh.

Persoalannya, ungkap Ferry, kebijakan relaksasi LTV masih diiringi bunga tinggi dan tenor pinjaman yang masih panjang. Pengurangan down payment adalah  ringan di awal tetapi berat untuk kemudian hari.

“Kalau kita lihat dari sisi bagaimana mendorong properti tumbuh, maka pelonggaran rasio LTV dibarengi kebijakan suku bunga yang bisa lebih diterima masyarakat,” tekannya.

Data Colliers menunjukkan masih ada pasokan apartemen semester II/2018 hingga 2021 sebanyak 64.600 unit.   Tantangan yang masih dihadapi residensial apartemen  juga masih berpusar pada bagaimana jumlah pasokan terserap dengan baik.

Bagi menengah bawah, kata dia, bagaimana terpenuhi affordability sedangkan kalau menengah atas bagaimana mereka bisa membeli lagi dan apakah mereka berminat membeli.

Selain itu, kecenderungan penyerapan pasar menurun begitupula dengan tren pertumbuhan harga harga yang sudah tak tinggi lagi. Jika pada 2010--2015  pertumbuhan harga bisa mencapai 10%--15%, maka kinik kenaikannya kurang dari 10%.

Sebagai informasi, harga rata-rata apartemen naik sedikit pada kuartal II/ 2018 ini, 1.1% QOQ dan 2.5% YOY, ke angka Rp33.2 juta/m2.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper