Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Backlog Perumahan di NTB Capai 325.000 Unit

Angka kebutuhan rumah di Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini diperkirakan mencapai 325.000 Unit.
Foto ilustrasi perumahan. / Bisnis Rahman
Foto ilustrasi perumahan. / Bisnis Rahman

Bisnis.com, JAKARTA – Angka kebutuhan rumah di Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini diperkirakan mencapai 325.000 Unit.

Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Heri Susanto menyebut saat ini dengan backlog 325.000 unit, asosiasi telah berupaya membangun 10.000 rumah tahun ini. Angka ini meningkat 20% dari target pembangunan tahun lalu yang hanya 8000 unit.

“Target kami ini tentu tidak bisa lepas dari dukungan stakeholder terkait. Karena kami merasa, untuk daerah, program sejuta rumah ini bukan prioritas,” terang Heri kepada Bisnis, Senin (2/7/2018).

Dia menilai, program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah pusat belum menjadi fokus dari pemerintah daerah, salah satunya di NTB. Begitu pula di daerah lain, belum banyak kepala daerah yang mempedulikan urgensi pembangunan perumahan.

“Kami, REI NTB, masih terus melakukan komunikasi dengan semua kepala daerah. Kami berharap ini bisa menjadi tanggung jawab bersama terkait backlog rumah rakyat,” terang Heri.

Selain itu, permasalahan yang masih ditemui saat ini adalah aturan tata ruang, RTRW yang seringkali tidak menentu. Menurut Heri, ketidakpastian tata ruang dan RTRW ini menimbulkan permasalahan di lapangan. Tidak jarang investor membeli lahan dengan kondisi tata ruang yang tidak pasti, untuk pemukiman atau bukan.

Misalnya saja, di daerah-daerah yang berpotensi sebagai area pengembangan, menurut Heri, masih banyak sekali permasalahan RTRW yang belum siap. Tak jarang RTRW juga masih harus direvisi sementara waktu. Kondisi ini memakan waktu investor.

Selain itu, pemerintah pusat yang mengambil alih pengaturan Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR menurut Heri telah memperlambat proses pembangunan. Alasannya, dengan pengajuan RDTR ke pemerintah pusat maka proses kerap terlambat. Padahal, RDTR adalah aturan perijinan yang transparan dan dapat menyelesaikan persoalan perijinan yang rumit.

“Pada akhirnya banyak sekali tanah yang sudah dibeli oleh investor tidak bisa dibangun. Ini permasalahannya kompleks sekali. Bukan hanya PR pemerintah daerah, tetapi juga butuh peran strategis pemerintah pusat,” ungkap Heri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper