Bisnis.com, JAKARTA — Ditengah eskalasi perang dagang Amerika-China, Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) mengklaim tidak akan tergiur untuk mengimpor lebih banyak kedelai dari Amerika.
Sebagai informasi, Pemerintah berencana akan mengenakan tarif untuk 659 produk asal negeri Paman Sam, adapun salah satu komoditas tersebut adalah kacang kedelai.
Padahal, Negeri Panda adalah importir terbesar di dunia dan pembeli terbesar AS untuk kedelai.
Dengan berhentinya China mengimpor kacang kedelai dari Amerika, ada kekhawatiran bahwa harga produk tersebut akan tertekan dan mencoba untuk masuk pasar dalam negeri lebih banyak.
"[Namun] Kita akan mengimpor sesuai dengan kebutuhan, lebih kurang 2,7 juta ton," kata Ketua Akindo Yusan kepada Bisnis.com, Selasa (19/6/2018).
Dia mengatakan, pihaknya juga tidak perlu untuk mengimpor lebih banyak karena pasokan tersebut sudah lebih dari cukup.
Lagi pula, impor lebih bnayak justru berdampak pada kenaikan biaya penyimpanan, karena efektifnya kacang kedelai hanya boleh disimpan selama tiga bulan.
"Yang penting menjaga stock untuk kebutuhan kedelai 2 sampai dengan 3 bulan kedepan, yakni 400.000 ton hingga 450.000 ton, untuk keperluan pengrajin tahu dan tempe," katanya.
Adapun, impor kedelai untuk Mei dan Juni tahun ini sebesar Rp 225.000 ton dan 230.000 ton.
Seperti diketahui, aksi retaliasi tarif impor antara AS dan China berlanjut meski keduanya telah bertemu untuk merundingkan kebijakan dagang masing-masing belum lama ini.
Pada Senin (18/6/2018), Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan menerapkan tarif impor sebesar 10% atas barang-barang China yang bernilai US$200 miliar, sebagai balasan atas keputusan China menaikkan tarif impor atas produk AS.
Pada Jumat (15/6/2018), Trump juga mengungkapkan akan melanjutkan tarif sebesar 25% atas produk China senilai US$50 miliar. Sebagai balasan, China bakal menerapkan tarif tambahan sebesar 25% atas 659 produk AS yang bernilai US$50 miliar, salah satunya kacang kedelai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel