Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al-Falih pada pekan depan akan menghadapi tantangan dalam pertemuan OPEC. Pertemuan bakal menjadi pertemuan penting sekaligus uji yang berat bagi Arab Saudi.
Sejak Khalid menjadi menteri energi Arab Saudi dua tahun lalu, dia berhasil membujuk OPEC yang terpecah untuk memangkas produksi minyak, meyakinkan Rusia untuk bergabung dalam mengendalikan produksi, dan kemudian melihat minyak mentah Brent naik hampir 75% menjadi $80 per barel.
Namun, ujian terberatnya datang minggu depan ketika Organisasi Negara Pengekspor Minyak mengadakan pertemuan yang paling sulit dalam beberapa tahun. Seiring pertumbuhan ekonomi, sanksi baru terhadap Iran, dan runtuhnya industri perminyakan Venezuela meregangkan pasar minyak global, dia perlu memastikan strategi keluar yang mulus dari pemotongan tanpa menyebabkan jatuhnya harga.
Kini OPEC tengah diterpa agenda geopolitik yang bersaing. Riyadh dan Moskow setuju untuk membuka keran produksi, tetapi Caracas dan Teheran menginginkan harga lebih tinggi untuk mengkompensasi dampak sanksi AS.
"Konsensus itu meledak. Saya tidak melihat bagaimana merekonsiliasi posisi Rusia, Arab Saudi, Venezuela, dan Iran. Kontradiksinya terlalu banyak," kata Roger Diwan, seorang pengamat veteran OPEC di konsultan IHS Markit Ltd," sepertti dikutip dari Bloomberg, Minggu (17/6/2018).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel