Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Pertambangan Disahkan, Konglomerasi Tambang di Kongo Hadapi Situasi Sulit

Perusahaan-perusahaan pertambangan di Kongo dihadapkan pada situasi sulit setelah Pemerintah Republik Demokratik Kongo menyelesaikan undang-undang baru tentang pertambangan.
Bendera Republik Demokratik Kongo/Istimewa
Bendera Republik Demokratik Kongo/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan-perusahaan pertambangan di Kongo dihadapkan pada situasi sulit setelah Pemerintah Republik Demokratik Kongo menyelesaikan undang-undang baru tentang pertambangan.

Berdasarkan laporan Bloomberg dikutip Bisnis, Rabu (13/6/2018), Pemerintah Kongo mengesahkan keputusan dengan isi para perusahaan tambang bertanggung jawab membayar pajak 50% atas keuntungan super dan 10% royalti pada produksi kobalt, pada Jumat pekan lalu.

Ketegasan dalam isi undang-undang yang lain adalah pemerintah mengabaikan klausul stabilitas dalam kontrak yang diajukan perusahaan selama 10 tahun untuk mengeruk material di negara penghasil tembaga terbesar di benua Afrika dan pemilik 2/3 kobalt terbesar di dunia itu.

Adapun perusahaan yang berusaha melobi pemerintah selama 6 bulan terakhir itu yaitu Glencore Plc, Randgold Resources Ltd, dan Ivanhoe Mines Ltd. Perusahaan-perusahaan tersebut menolak berkomentar semenjak keputusan tersebut dikeluarkan pada minggu lalu.

Hunter Hillcoat, analis pertambangan Investec Securities Ltd. berkantor di London (Inggris) mengatakan bahwa ada jalur alternatif lain bagi perusahaan untuk melawan UU Pertambangan Kongo yaitu melalui arbitrase internasional.

Menurutnya, perusahaan dapat menantang perubahan pada arbitrase internasional sebagai alternatif secara terbuka untuk mendapatkan pengecualian memotong transaksi individu.

“Orang harus berharap, mereka harus mematuhi UU baru di bawah tekanan, dengan harapan mereka bisa menang di arbitrase,” kata Hillcoat.

Opsi lain adalah menghentikan semua produksi untuk menekan Pemerintah Kongo yang tergantung pada pendapatan ekspor mineral untuk kas Negara, tetapi justru itu berisiko merusak kelangsungan hidup perusahaan tambang.

“Mereka [perusahaan] bisa menghentikan produksi sebagai pembalasan tetapi akan merusak kelangsungan hidup kobalt sebagai bahan baterai dan pasokan [bahan baku ke negara lain],” ujar Ben Davis, analis dari Liberum Capital Ltd.

Kendati demikian, ada keputusan besar, pada Senin nanti, perusahaan dari China yaitu Citic Metal Co. menggelontorkan dana US$555 juta atau 20% saham untuk Ivanhoe Mines Ltd. yang bakal mengembangkan lagi lokasi tambang di Kongo.

Kerja sama antara Ivanhoe dan Citic Metal Co. itu sudah terjalin lama antara perusahaan China itu dengan Robert Friedland, pemimpin Ivanhoe di China. Negeri tirai bambu tersebut dinilai tidak terpengaruh dengan undang-undang pertambangan Kongo karena telah lama berinvestasi di negera tersebut dan meyakini bisa terus mengelola tambang walau ada uu itu.

Paul Gait, analis Sanford C. Bernstein & Co mengatakan China tidak terpengaruh oleh kebijakan UU itu seperti dialami pasar ekuitas barat yang berdampak menempatkan premi risiko tinggi pada aset Kongo.

“Ini membawa salah satu kepentingan komersial terbesar China,” kata Paul.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper