Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kunjungan PM India, Ini Harapan Pelaku Usaha di Indonesia

Kedatangan Perdana Menteri India Narendra Modi ke Indonesia diharapkan dapat semakin mempererat jalinan kerjasama antar kedua negara dengan reformasi dan kerjasama ekonomi.
Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan PM India Narendra Modi, seusai konferensi pers bersama, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (30/5/2018)./Reuters-Darren Whiteside
Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan PM India Narendra Modi, seusai konferensi pers bersama, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (30/5/2018)./Reuters-Darren Whiteside

Bisnis.com, JAKARTA – Kedatangan Perdana Menteri India Narendra Modi ke Indonesia diharapkan dapat semakin mempererat jalinan kerjasama antar kedua negara dengan reformasi dan kerjasama ekonomi.

Narendra Modi melakukan kunjungan balasan atas lawatan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke India pada Desember 2016 dan saat menghadiri Asean – India Commemorative Summit pada Januari 2018. PM India itu melakukan kunjungan selama tiga hari mulai 29 Mei – 31 Mei.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan kunjungan PM India tentu ditargetkan untuk peningkatan investasi dan perdagangan. Saat ini tren investasi antar kedua negara menurutnya pada 2017 naik lima kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Selain itu neraca perdagangan juga naik hampir 30% dibanding 2016.

“Yang perlu dilakukan pemerintah adalah meneruskan proses reformasi ekonomi strukturan yang sedang berjalan saat ini dan menjajaki kemungkinan cara lain untuk peningkatan kerjasama ekonomi termasuk penyelesaian RCEP,” kata Shinta kepada Bisnis.com, Rabu (30/5/2018).

Selama ini perdagangan Indonesia dengan India cukup menjanjikan berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, di mana secara total perdagangan kedua negara dari US$12,97 miliar pada 2016 merangkak tajam menjadi US$18,13 miliar pada 2017.

Begitu pula berdasarkan neraca perdagangan, Indonesia mencatatkan surplus selama lima tahun berturut-turut. Pada 2016, Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan negeri Hindustan mecapai US$7,23 miliar. Setahun berikutnya, jumlah surplus meningkat menjadi US$10,03 miliar.

Selama ini Indonesia – India juga memiliki masalah hambatan dagang. Hambatan utama yang diidentifikasi kadin tidak hanya di Indonesia, namun juga India seperti permasalahan bea impor dan safeguard mechanism yang mengakibatkan harga produk dari kedua negara cukup mahal di pasar domestik masing-masing.

Selain itu untuk ekspor komoditas seperti minyak kelapa sawit, Indonesia mengalami bersama negara lain dikenakan kebijakan bea masuksebesar 44% untuk minyak sawit mentah dan 54% untuk minyak sawit olahan.

Sementara itu Kamar Dagang dan Industri menyepakati kerjasama bisnis di empat sektor yakni manufaktur, pertambangan, farmasi dan infrastruktur dengan Confederation Industry of India yang disepakati dala CEO Forum Indonesia – India.

Berdasarkan diskusi pada forum tersebut, Kadin menilai kebijakan di sektor pertambangan untuk divestasi saham masih kurang dalam sumber pendanaan untuk investasi batubara. Untuk infrastruktur permasalahan klasik masih mendominasi seperti ketersediaan lahan, masalah perijinan, akses ke pendanaan investasi, peraturan yang kurang jelas dan mekanisme penyelesaian sengketa.

Di bidang manufaktur, tantang menurut Kadin adalah tarif dan non-tariff barriers yang cukup tinggi dari kedua negara, kejelasan hal-hal apa saja yang diberikan kepada investor, serta mendorong insentif fiskal yang lebih baik dengan menurunkan batasan investasi dibawah US$100 juta.

"Di bidang farmasi, meskipun kerjasama pengusaha kedua negara di industri ini sudah cukup baik, namun farmasi masih merupakan sektor yang sangat heavily regulated bagi kedua negara sehingga harga obat relatif mahal, dan banyak dipalsukan sehingga tantangan yang perlu diselsaikan pemerintah adalah bagaimana menciptakan iklim industri farmasi yang kompetitif, penegakan hak kekayaan intelektual, dan kerjasama investasi manufaktur obat," katanya.

Sementara itu Presiden Joko Widodo saat menerima kedatangan Narendra Modi ke istana meminta India untuk berinvestasi di bidang infrastruktur seperti pelabuhan dan industri farmasi, khususnya obat yany tidak dapat diproduksi ke Indonesia.

Menanggapi hal itu Direktur Eksekutif GP Farmasi Dorojatun Sanusi mengaku kalangan industri farmasi menyambut baik jika India berinvestasi di Tanah Air. Terlebih negara itu dinilai memiliki kemampuan penelitian terhadap farmasi yang cukup baik

 Pihaknya menyarankan investasi India tersebut dapat berupa produksi bahan baku maupun produk obat-obatan yang bernilai tinggi seperti obat kanker, obat penyakit jantung dan diabetes. Saat ini obat tersebut masih dipasok melalui mekanisme impor.

"Kalau mereka bisa investasi untuk produksi bahan baku obat di Indonesia itu lebih baik lagi. Jadi lebih ke hulunya," katanya. 

 
 
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper