Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadangan Migas Tak Lagi Melimpah, Saatnya Beralih ke Energi Terbarukan

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan cadangan minyak dan gas bumi Indonesia tak lagi melimpah.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan cadangan minyak dan gas bumi Indonesia tak lagi melimpah.

Dia menjelaskan, berdasarkan rekapitulasi data Kementerian ESDM, Indonesia hanya memiliki cadangan terbukti (proven reserved) untuk minyak bumi sekitar 3,2 sampai 3,3 miliar barel. Sedangkan untuk cadangan gas terbukti 1,5% dari total cadangan dunia.

"Dibandingkan dengan cadangan minyak dunia, kita ini hanya 0,2%," kata Arcandra dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Minggu (27/5/2018).

Melihat data tersebut, menurut Arcandra tak salah jika keputusan Indonesia untuk sementara waktu mencabut keanggotaan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak Dunia/OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Keputusan ini diambil saat sidang OPEC ke- 171 di Wina, Austria pada 2016 silam.

Oleh karena itu, dia meyakini peralihan ke sumber energi baru dan terbarukan menjadi solusi jitu menjawab tantangan global saat ini. "Kalau cadangan minyak kita cuma sedikit, andalan kita apa sesudah ini? Itu yang dinamakan Energi Baru Terbarukan. InsyaAllah nggak habis kalau dipakai," katanya.

Arcandra mengakui potensi sumber daya energi EBT di Indonesia cukup besar dikembangkan. Panas bumi misalnya, Indonesia memiliki potensi sekitar 11 gigawatt (GW). Sedangkan, potensi air bisa mencapai sekitar 75 GW.

Program Manager for Sustainable Energy Partnership IESR Marlistya Citraningrum menilai saat ini Indonesia memang sudah harus beralih ke EBT. "Salah satu risiko ekonomi bila kita tidak memprioritaskan renewable sekarang dan memilih pembangkit fosil skala besar adalah aset yang terbengkalai [stranded assets]," ujar Citra.

Menurutnya, risiko tersebut sangat mungkin muncul karena pengembangan teknologi EBT akan semakin cepat sehingga mampu mereduksi biaya pembangkitan listrik dari energi terbarukan menjadi jauh lebih murah.

"Teknologi EBT seperti solar rooftop dan baterai [penyimpanan] juga memiliki peluang untuk menjadi teknologi disruptif untuk pembangkit fosil," kata Citra.

Citra menuturkan dengan usia operasional pembangkit fosil seperti PLTU yang mencapai 30 tahun, risiko ini akan menjadi kerugian di masa mendatang. "Selain risiko stranded assets, juga berkaitan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi GRK yang mensyaratkan pengurangan penggunaan energi fosil pada bauran energi nasional," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper